Soloraya
Sabtu, 6 Februari 2016 - 21:30 WIB

DINAMIKA PERTANIAN SRAGEN : PDIP Uji Coba Padi MSP Pada 250 Hektare Lahan di Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Tanaman Padi (Dok/JIBI/Solopos)

Dinamika pertanian Sragen, PDIP menguji coba penggunaan padi MSP di Sragen.

Solopos.com, SRAGEN–Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Agustina Wilujeng, mengatakan uji coba bibit padi hibrida jenis MSP (mari sejahterakan petani) sebanyak 2,4 ton yang dibagikan secara gratis kepada 200 kelompok tani di 19 kecamatan di Bumi Sukowati. Padi hasil temuan petani Lampung, Surono Danu, itu akan ditanam pada lahan seluas 250 hektare.

Advertisement

“Padi MSP memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan padi hibrida yang biasa ditanam petani. Produktivitasnya bisa meningkat 12%-14% per hektare bila dibandingkan dengan bibit padi biasa. Namun pola tanamnya harus menyesuaikan bukan pola tanam yang selama ini dilakukan petani. Akan lebih baik bila pupuk yang digunakan bukan pupuk kimia melainkan pupuk organik,” ujar Agustina yang juga anggota Komisi IV DPR saat ditemui wartawan di sela-sela sosialisasi Gerakan Kedaulatan Pangan di Hotel Surya Sukowati Sragen, Sabtu (6/2/2016).

Pertemuan yang diadakan para politikus PDIP itu menghadirkan ratusan petani di berbagai daerah di Bumi Sukowati. Pertemuan itu juga mendatangkan petani penemu bibit MSP asal Lampung, Surono Danu, dan seorang pakar petanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanu Triwidodo. Pertemuan itu mengambil tema Mewujudkan Sragen sebagai Lumbung Padi Nasional, Jalan Menuju Nawacita.

“Kebutuhan bibit per hektarenya 9-10 kilogram. Kami akan tunggu 115 hari untuk panen raya. Kami berharap petani tidak menjual habis gabahnya tetapi sebagian ditanam kembali,” ujar Agustina.

Advertisement

Agustina melihat potensi Sragen sangat besar untuk menjadi lumbung padi nasional. Dia berpendapat Sragen menjadi penyangga pangan kedua setelah Grobogan di Jawa Tengah. Dia prihatin dengan karut marut urusan benih di Sragen yang tak tertata. Dia bermimpi Indonesia bisa kembali swasembada beras seperti pada 1982 silam.
“Petani diberi keleluasaan dalam mengurus pertanian, termasuk dalam pemilihan bibit unggul,” ujarnya.

Pakar pertanian IPB, Hermanu Triwidodo, menambahkan bibit padi temuan Surono itu merupakan hasil turunan dari padi lokal Lampung yang lebih tahan penyakit. Umurnya pun, kata dia, lebih pendek 20 hari daripada bibit padi biasa. Dia menjelaskan untuk bulir padi per malai untuk padi biasa hanya 150-180 bulir tetapi pada bibit MSP produksinya bisa sampai 300 bulir per malai.

“Anakan tumbuhan padinya juga lebih sedikit. Kalau anakan padi biasa bisa sampai 20 pohon sedangkan anakan padi MSP hanya 10 pohon. Jadi lebih efisien pada pemakaian pupuk dan kebutuhan air dengan produksi yang lebih besar,” katanya.

Advertisement

Petani Lampung, Surono Danu, mengatakan untuk membangun pertanian sebagai penyangga pangan nasional itu berawal dari sumber daya manusia (SDM) petani. Dia mengatakan jumlah SDM petani di Indonesia sangat terbatas. Di sisi lain, kata Surono, petani dihadapkan pada kondisi tanah yang sudah rusak akibat kebijakan pertanian dari pemerintah.

“Padi MSP ini sebenarnya persilangan antarpadi lokal Lampung. Pejantannya dayang lindu dan betinanya sirjan. Padi ini saya katanya paling jelek di Indonesia. Yang bagus itu SDM petaninya. Persoalannya petani kita belum siap kalau kembali pada pupuk organik. Mereka tidak mau hasil produksinya menurun. Nah, kemudian dimodifikasi dengan adanya bibit ini,” ujarnya saat ditemui Solopos.com.

Surono tidak bisa membandingkan produktivitas MSP di Jawa dan luar Jawa karena kondisi tanahnya berbeda-beda. Dia menyebut ada 13 jenis tanah di Indonesia. Untuk membentuk lapisan tanah subur di permukaan itu, kata dia, membutuhkan waktu seabad.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif