Bedah buku dan peluncuran buku bukan Republik Waton Sulaya dilakukan hari ini.
Solopos.com, SOLO – Wartawan senior Harian Umum Solopos, Mulyanto Utomo, meluncurkan buku baru berjudul bukan Republik Waton Sulaya, di Bentara Budaya Balai Soedjatmoko, Solo, Sabtu (6/2/2016).
Launching diawali dengan penyerahan buku kepada keluarga dan rekan sejawat yang turut mendukung terbitnya karya kedua ini.
Acara dilanjutkan dengan bedah buku oleh Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UNS, Mursito B.M. dan pemerhati pers Agoes Widhartono. Buku kedua Mulyanto ini berisi kumpulan kolom berita yang rutin dia tulis di Harian Umum Solopos.
Berbagai fenomena di masyarakat dia bedah dari sisi subjektifnya sebagai seorang jurnalis. Misalnya persoalan politik di tanah air yang berdampak pada mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau refleksi spiritual dalam beberapa tulisan berjudul Diselentik Gusti Allah dan Menuju Jenderal Spiritual.
Mulyanto menyayangkan jika semua fakta di lapangan hanya dibiarkan menjadi fenomena yang hilang karena perputaran waktu.
“Saya menangkap fakta dan berbagai kejadian itu lalu saya tuangkan ke dalam tulisan-tulisan yang saya beri makna dalam buku kedua ini,” kata dia. Gaya penulisan dalam kolom ini dibuat lebih santai sehingga dekat dengan pembaca.
Gaya bertutur Mulyanto dalam rubrik Kolom Solopos diperkuat dengan adanya karakter-karakter yang biasa digunakan sebagai pembuka perbincangan seperti Denmas Suloyo, Mas Wartonegoro, atau nama-nama rekannya di kehidupan nyata.
Mursito B.M. mengakui kepiawaian Mulyanto. Ia mengatakan menulis kolom berita perlu ketajamanan analisis. Yang tidak pernah membaca akan sangat sulit menulis opini secara mendalam.
”Pak Mul banyak sekali idenya, kritik sosial dan waktunya selalu tepat. Beliau punya karakter-karakter yang kuat dalam kolom berita yang dia buat,” katanya.
Analisis fakta dengan pendekatan ringan seperti yang tertuang dalam buku bukan Republik Waton Sulaya menurut Mursito perlu dikembangkan, terlebih para anak muda untuk melatih jiwa kritis mereka.