Solopos.com, JAKARTA — Komisioner KPK memilih untuk tidak menghadiri undangan DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis (4/2/2016). Sikap komisioner lembaga antirasuah tersebut yang memilih untuk tidak hadir dalam undangan DPR merupakan perwujudan penolakan terhadap revisi UU KPK.
Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan ketidakhadiran itu memang simbol penolakan draf RUU KPK. “Ya [menolak revisi dengan tidak menghadiri RDP] dan penolakan ini juga sudah disampaikan oleh komisioner dalam konferensi pers di KPK. Selain itu, para komisioner KPK juga hari ini ada agenda lain.”
RDP yang digelar di Baleg dihadiri oleh Deputi Informasi dan Data Hary Budiarto, Kepala Biro Hukum Setiadi, tim biro hukum yaitu Nur Chusniah dan Anatomi, serta pelaksana harian Kabiro Humas Yuyuk Andriati.
Sebelumnya, KPK menganggap draf revisi UU KPK berpotensi melemahkan kinerja lembaga antirasuah itu. Karena itu, pimpinan KPK memastikan dalam rapat pembahasan di DPR, Kamis ini, mereka akan menolak draf RUU KPK yang sedang digodog di Badan Legislasi (Baleg) DPR tersebut.
“Hampir 90% draf tersebut memang berpotensi melemahkan KPK. Jadi sikap kami jelas kalau melemahkan KPK akan menolaknya,” ujar Komisioner KPK, La Ode M Syarif, di Jakarta, Rabu (3/2/2016).
La Ode memaparkan salah satu poin yang berpotensi melemahkan KPK yakni poin mengenai wewenang penyadapan. Dalam draf tersebut, KPK harus meminta izin kepada Dewan Pengawas saat melakukan investigasi kasus korupsi.
Pembatasan tersebut juga tampak dari poin lainnya, terutama terkait skala kasus yang ditangani KPK. Dalam peraturan sebelumnya, KPK bisa melakukan penindakan terhadap kasus korupsi tang merugikan negara minimal Rp1 miliar. Namun dalam draf yang baru angka minimal dinaikkan menjadi Rp25 miliar.
“Bukan masalah besaran uangnya. Tetapi UU Korupsi tak hanya terkait dengan kerugian negara, tetapi tujuannya untuk memperbaiki perilaku koruptif yang berlangsung selama ini,” kata dia.