News
Senin, 1 Februari 2016 - 17:35 WIB

PROYEK KERETA CEPAT : Pemerintah Bantah Ada Jaminan Finansial Buat Investor Tiongkok

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Rini Soemarmo (kanan) dalam kereta api bawah tanah (subway) Beijing, Tiongkok, Kamis (26/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Rini Utami)

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah sekali lagi menegaskan tidak ada jaminan finansial yang diberikan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengungkapkan, keterlibatan pemerintah hanya sebatas sebagai troubleshooter dan sama sekali tidak berhubungan dengan pembiayaan proyek itu.

Terkait dengan masuknya proyek kereta cepat ke dalam Perpres 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Sofyan membenarkan. Namun, dia menggarisbawahi bahwa Perpres itu tidak menyebutkan adanya jaminan terhadap investasi.

Advertisement

“Proyek kereta cepat punya Perpres sendiri [107/2015] dan memang masuk ke [Perpres] 3/2016, tapi tidak ada pertentangan antara keduanya. Dan yang dijamin adalah investornya, bukan investasinya,” kata Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (1/2/2016).

Dia menyebutkan, Perpres anyar tersebut memberikan jaminan bagi penyelesaian masalah-masalah perizinan, tata ruang wilayah dan kepastian hukum. Kepala Bappenas mengemukakan antara jaminan terhadap investasi dengan jaminan untuk investor.

Menurut Sofyan, setiap investor sudah seharusnya memang dijamin mendapat kepastian berusaha. Artinya, pemerintah tidak boleh melakukan perubahan regulasi atau kebijakan yang berakibat pada kerugian investor yang telah menanamkan modal.

Advertisement

Meskipun demikian, Sofyan mengatakan Perpres 3/2016 mengizinkan Kementerian Keuangan untuk memberikan penjaminan finansial setelah melihat secara selektif dan menimbang kelayakan proyek tersebut. “Jaminan yang dimaksud itu pemerintah jangan membuat kebijakan yang detrimental, berdampak negatif terhadap investasi. Tidak boleh ada perubahan kebijakan yang merugikan investor. Ini kan berlaku di seluruh dunia seperti ini,” kata Sofyan.

Sejak awal, katanya, pemerintah tidak ingin melibatkan anggaran negara dalam proyek ini. Hal ini pula yang menyebabkan China terpilih, bukan Jepang. “Kenapa dulu Jepang tidak dipilih, karena Jepang tidak bisa B to B, Jepang itu meminta seluruhnya pinjaman pemerintah dengan suku bunga rendah,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menekankan pihaknya telah mengeluarkan izin Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pada 20 Januari 2016 atau sehari sebelum groundbreaking proyek ini. Namun, Siti mengatakan masih menunggu masukan dari berbagai pihak, termasuk pelaksana proyek dalam sebulan setelah izin tersebut dirilis.

Advertisement

“Kalau dia mengubah scope, mengubah luasan dan lain-lain, berarti harus ada yang direvisi seluruh dokumennya. Tapi kalau dia memasukkan semuanya bisa dianalisis dan bisa dimitigasi, dan akan memperbaiki rencana pengelolaan dan rencana pemantauan. Jadi, selesai ya selesai,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif