Soloraya
Rabu, 27 Januari 2016 - 15:15 WIB

BENCANA KARANGANYAR : 14 Perangkat EWS di Karanganyar Tidak Berfungsi Optimal

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Bencana Karanganyar diantisipasi salah satunya dengan memasang perangkat EWS di berbagai titik.

Solopos.com, KARANGANYAR — Sebanyak 14 perangkat early warning system (EWS) yang dipasang di 14 lokasi di Kabupaten Karanganyar kurang akurat merekam data. Faktor alam seperti perubahan struktur tanah, bencana alam, dan lain-lain membuat EWS tidak maksimal berfungsi.

Advertisement

Untuk diketahui, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar menerima bantuan 14 unit EWS dari lembaga nonpemerintah di luar negeri maupun universitas di Indonesia pada 2011. EWS itu menggunakan sistem manual.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Karanganyar, Nugroho, menjelaskan cara kerja alat yang ditanam di sejumlah lokasi rawan longsor. EWS akan mengirim sinyal berupa bunyi serupa sirine jika mendeteksi pergerakan tanah berskala besar.

“Alatnya sudah lama. Tidak berfungsi maksimal. Sistem pengoperasian manual. Akurasi data kurang tepat,” kata dia saat ditemui wartawan, Selasa (26/1/2016), di Karanganyar.

Advertisement

BPBD masih mengecek kelaikan dan mendata kembali EWS manual. Nugroho menilai sejumlah EWS berada di lokasi yang kurang strategis. Dia memberikan contoh EWS di Jenawi. Warga di Jenawi sudah mengungsi saat bencana tanah longsor tahun lalu.

“EWS di Jenawi itu percuma tetap dipasang di sana. Akan digeser ke lokasi lain yang lebih strategis. Kami harus mencari sensor yang terkubur longsor. Kami juga akan memindah operator EWS dari rumah perangkat desa di Matesih ke markas BPBD,” ujar dia.

Di sisi lain, BPBD Karanganyar menerima bantuan sejumlah perangkat EWS dari BPBD Provinsi Jawa Tengah. Alat itu dipasang di Jenawi, Matesih, dan Tawangmangu. Perangkat menggunakan energi matahari dan terkoneksi ke markas. Nugroho mengungkapkan akan mengajukan permohonan bantuan perangkat EWS ke BPBD Provinsi Jawa Tengah.

Advertisement

“Tahun ini mengajukan permohonan bantuan. Kami akan memasang di Jenawi, Ngargoyoso, dan Karangpandan. Harganya Rp300 juta per unit. Mahal kan. Paling mahal alat sensor,” ungkap dia.

Namun, Nugroho menegaskan bahwa perangkat EWS tidak banyak membantu apabila masyarakat tidak merespons peringatan dini itu secara cepat. Ia mengimbau masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana alam agar belajar ilmu titen.

“Titen gejala alam yang mengawali bencana alam. Misalnya akan longsor itu biasanya ada guguran tanah atau batu skala kecil. Mata air mengering dan pepohonan miring,” jelas dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif