Lifestyle
Rabu, 20 Januari 2016 - 04:10 WIB

KULINER SOLO : Lawang Djoendjing, Wedangan Modern Penuh Suasana Etnik

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengunjung memilih menu di Wedangan Lawang Djoendjing yang ada di Jl Gunung Kelud II no 7, Dukuhan Nayu, Kadipiro, Banjarsari, Senin (18/1/2016). (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Kuliner Solo diramaikan dengan kehadiran Lawang Djoendjing dengan nuansa wedangan nan modern.

Solopos.com, SOLO — Wedangan Lawang Djoendjing siap meramaikan bisnis kuliner di Kota Solo. Tak hanya memadukan sajian makanan tradisional dan modern, wedangan ala cafe ini menawarkan suasana etnik yang nyaman.

Advertisement

Manager Operational Wedangan Lawang Djoendjing, Hironimus Mahayana Priyahita, mengatakan saat ini sudah menyiapkan 130 menu makanan dan 100 jenis minuman. Pengunjung bisa dengan leluasa memilih aneka menu tradisional maupun modern di wedangan yang beralamat di Jl Gunung Kelud II no 7, Dukuhan Nayu, Kadipiro, Banjarsari tersebut.

“Sampai Senin (18/1/2016) menu-menu makanan dari supliyer masih terus masuk. Saat dibuka untuk umum diperkirakan akan lebih banyak,” paparnya saat ditemui Solopos.com di Wedangan Lawang Djoendjing, Senin (19/1/2016) malam.

Wedangan yang dimiliki oleh Direktur Deras Total Outdoor, Hardy, itu mengandalkan satai kere dan wedang lawang djoendjing sebagai sajian utama. Satai kere merupakan salah satu kuliner tradisional berupa tempe gembus yang dibakar. Wedang lawang djoendjing merupakan minuman yang terbuat dari jahe, serai dan campuran rempah-rempah tradisional.

Advertisement

Sementara, nama Wedangan Lawang Djoendjing dipilih sesuai bentuk pintu gerbang yang didesain miring. Hal itu membuat kesan unik saat pengunjung menapakkan kaki di wedangan tersebut.

Selain itu, wedangan yang berada di tengah kampung itu juga kental dengan suasana etnik dan ramah lingkungan. Sang pemilik memanfaatkan barang bekas seperti baliho, MMT, dan galvalum.

Sejumlah barang bekas tersebut dicat ulang dengan motif batik. Barang bekas tersebut disulap menjadi interior dinding dan pilar yang menarik. Hal tersebut menambah kesan etnik yang bernilai tinggi.

Advertisement

Sementara, sebagian besar meja dan kursi kayu berasal dari bekas kayu kandang sapi. Sedangkan, pigura dan tangga menggunakan kayu bekas yang biasanya digunakan untuk bantalan rel kereta api. “Tak hanya itu, keranjang sampah juga terbuat dari bekas MMT,” urainya.

Dengan menu dan suasana yang ditawarkan dia ingin pengunjung merasa lebih nyaman. “Kalau di tempat lain berada di tengah kota, kami berada masuk ke desa dan jauh dari hingar bingar lalu lintas,” paparnya.

Untuk mengenalkan ke masyarakat, wedangan setempat menggelar test food untuk pengunjung pada Senin-Selasa (18-19/1/2016). Rencananya, soft opening dilakukan pada Rabu (20/1/2016) dan grand opening pada Sabtu (23/1/2016).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif