Soloraya
Senin, 18 Januari 2016 - 00:50 WIB

PEMBANGUNAN KOTA SOLO : Awas, Kota Solo Terancam Krisis Air Bersih

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana pemukiman warga yang berdekatan dengan bangunan tinggi di Kampung Sondakan, Laweyan, Solo, Minggu (17/1/2016). Warga menghawatirkan banyaknya pembangunan gedung tinggi di kawasan Kota Solo akan berdampak terhadap lingkungan salah satunya terkait cadangan air tanah untuk konsumsi masyarakat. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Pembangunan kota Solo, sejumlah investasi di Kota Solo memunculkan masalah air bersih.

Solopos.com, SOLO–Maraknya pembangunan yang tidak dibarengi dengan upaya konservasi lingkungan diproyeksi berdampak pada krisis air di Kota Bengawan lima tahun mendatang.

Advertisement

Pernyataan tersebut dikemukakan Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia (IALHI), Prabang Setyono, menyikapi penerbitan izin pembangunan lima hotel serta satu rumah sakit terintegrasi dengan hotel dan sekolah oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.

Data yang dihimpun Solopos.com dari Sekretariat Jenderal IALHI, pada 2015 cadangan air tanah bebas (dangkal) saat musim pancaroba di Solo tersisa 1,338 juta m3. Sedangkan jumlah air tanah tertekan (dalam) saat yang sama mencapai 21 juta m3. Sementara kebutuhan air penduduk Solo (menurut riset terakhir BPS mencapai 510.077 jiwa) sebesar 51 juta liter/hari atau 18,615 miliar liter/tahun.

“Siklus air tanah selama ini tidak dijaga, hanya diambil. Kalau warga Solo hanya mengandalkan air tanah dangkal, diprediksi lima tahun dari sekarang wilayah Solo bisa mengalami kekeringan,” terangnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (14/1/2016).

Advertisement

Prabang menjelaskan masifnya pembangunan selama beberapa tahun terakhir secara tidak langsung mengurangi daya dukung lingkungan. “Air terus dipanen sedangkan inputnya [dari air hujan] tidak dikelola. Sebagian resapan yang semestinya dijadikan tangkapan air hujan, ditutup bangunan. Lubang biopori memang upaya yang pantas diapresiasi, namun kapasitasnya terbatas,” katanya.

Prabang mengajak berbagai pihak lebih peduli pada konservasi air mengingat saat ini dunia mulai memasuki era perubahan iklim. “Air itu sifatnya multikompleks. Dampak El Nino tahun lalu bisa memengaruhi siklus hidrologi tahun ini. Prediksi Januari hujan setiap hari kandas karena siklus hidrologi terganggu. Kalau kondisinya seperti ini terus, pasokan air makin sulit,” urainya.

Terkait kekhawatiran warga yang menolak pendirian bangunan bertingkat lebih dari 10 lantai di wilayah padat penduduk, Prabang menyebut keberatan tersebut rasional. “Itu masuk akal. Gejala kekeringan di sejumlah wilayah nyatanya ada,” ujarnya.

Advertisement

Selain ketersediaan air, Prabang juga menyebut kualitas air di wilayah perkotaan cenderung turun lantaran maraknya pembangunan. “Saat ini di Solo ada wilayah yang satu kilometer dihuni 12.000 penduduk. Ini jelas gejala tidak sehat. Syarat minimal jarak antara septic tank dan sumur resapan sebesar 10 meter jelas mustahil dipenuhi,” paparnya.

Soal kadung keluarnya perizinan sejumlah gedung bertingkat komersial di Kota Bengawan, Prabang menyarankan adanya regulasi pemberian kompensasi air jangka panjang bagi warga terdampak di sekitar bangunan. “Gedung bertingkat harusnya memberikan air bersih buat warganya di sekelilingnya. Sifatnya jangka panjang tidak sementara,” sarannya.

Menyikapi saran pemberian kompensasi air bersih bagi warga sekitar gedung bertingkat dari Sekretariat Jenderal IALHI, Pelaksana harian (Plh) Penjabat (Pj) Wali Kota Solo Budi Yulistianto, mengatakan akan mempertimbangkannya. Ia menampik kekeringan di sejumlah sumur warga disebabkan keberadaan bangunan bertingkat di sekeliling tempat tinggal mereka. “Solo saya kira belum masuk tahap kekeringan [terdampak pembangunan]. Sarannya akan kami ikuti,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif