Jogja
Rabu, 13 Januari 2016 - 06:20 WIB

PASIR BESI KULONPROGO : Sementara, Penerbitan Sertifikasi Ditunda

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah petani pesisir yang tergabung dalam PPLP Kulonprogo memasang salah satu papan yang berisi penolakan penambangan pasir besi di kawasan pesisir Jalan Daendels, Desa Pleret, Kecamatan Panjatan, Rabu (23/7/2014). (JIBI/Harian Jogja/Holy Kartika NS)

Pasir besi Kulonprogo untuk pro dan kontra masih saja terjadi.

Harianjogja.com, KULONPROGO-Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kulonprogo, Selasa (12/1/2016) didatangi puluhan warga. Mereka menyatakan keberatan atas proses sertifikasi lahan untuk keperluan pendirian pabrik pengolahan pasir besi di Desa Karangwuni, Wates, Kulonprogo.

Advertisement

Kepala BPN Kulonprogo, Muhammad Fadhil menyampaikan dirinya mendapatkan surat permohonan penerbitan sertifikasi atas tanah persil PAG 21 di Karangwuni. BPN Kulonprogo telah memproses permohonan itu. Namun, proses tersebut wajib dipublikasikan agar mendapat masukan dari warga.

Fadhil mengaku akan mencatat dan mendata klarifikasi dan keberatan yang disampaikan warga. BPN Kulonprogo akan menjadi fasilitator dengan mengadakan mediasi bagi pihak terkait. Jika mediasi tidak bisa menghasilkan solusi, dia menyarankan agar pihak yang berkeberatan mengajukan gugatan hukum.

“Karena masih ada masalah, penerbitan sertifikat kita tunda dulu,” kata Fadhil, Selasa (12/1/2016)

Advertisement

Saat mendampingi petani penggarap, perwakilan LBH Yogyakarta, Rizki Fatahillah mengatakan ada tiga petani yang tidak bersedia melepaskan lahannya, yaitu Suparno, Karmiyo, dan Suparmin. Ketiganya bakan telah mendapatkan somasi dari Kadipaten Pakualaman untuk melepaskan tanah yang sudah mereka garap puluhan tahun.

“Warga ini sudah puluhan tahun menggarap, sementara Paku Alam Ground (PAG) diklaim muncul setelah ada wacana penambangan pasir besi,” papar Rizki.

Suparno sendiri tidak mengakui adanya PAG karena lahan yang dia kelola diwariskan secara turun-temurun. Lahan tersebut kemudian berasa di kawasan pabrik pengolahan pasir besi milik PT Jogja Magasa Iron (JMI). Sudah lebih dari setahun dia tidak bertani di lahan itu karena ada pagar yang mengelilingi. Dia khawatir bakal dijerat tindakan pidana jika nekat melompati pagar.

Advertisement

“Tidak ingin disalahkan gara-gara melompat pagar,” ucap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif