Soloraya
Senin, 11 Januari 2016 - 11:40 WIB

DEMAM BERDARAH SUKOHARJO : 46 Desa Endemis DBD, Sukoharjo Anggarkan Fogging Rp150 Juta

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Fogging (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Demam berdarah Sukoharjo diatasi dengan menganggarkan dana untuk fogging.

Solopos.com, SUKOHARJO – Anggaran pengasapan atau fogging penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) untuk Kabupaten Sukoharjo naik Rp30 juta dibanding tahun lalu. Anggaran fogging tahun ini senilai Rp150 juta sementara pada 2015 senilai Rp120 juta.

Advertisement

Hal itu diungkapkan Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian Penyakit Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) DKK Sukoharjo, Bambang Sudiyono, saat dihubungi, Minggu (10/1/2016).

Menurut dia, kenaikan anggaran fogging untuk mengantisipasi merebaknya penyakit DBD selama musim penghujan. “Anggaran itu digunakan untuk 100 kali pengasapan selama 2016. Asumsinya, biaya satu kali fogging senilai Rp1,5 juta,” kata dia.

Advertisement

Menurut dia, kenaikan anggaran fogging untuk mengantisipasi merebaknya penyakit DBD selama musim penghujan. “Anggaran itu digunakan untuk 100 kali pengasapan selama 2016. Asumsinya, biaya satu kali fogging senilai Rp1,5 juta,” kata dia.

Terlebih, jumlah daerah yang masuk kategori endemis penyakit DBD di Sukoharjo bertambah 30 desa/kelurahan. Sebelumnya, jumlah wilayah endemis penyakit DBD hanya sebanyak 16 desa/kelurahan. Kini, jumlah wilayah endemis penyakit DBD menjadi 46 desa/kelurahan. Daerah endemis penyakit DBD tersebar di 12 kecamatan se-Sukoharjo.

Karena itu, anggaran fogging tahun ini lebih banyak dibanding tahun lalu. Hal itu untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah kasus penyakit DBD selama musim penghujan.

Advertisement

Sebenarnya anggaran fogging pada 2015 hanya senilai Rp100 juta. Lantaran dana menipis, ia mengajukan anggaran tambahan senilai Rp20 juta pada APBD-Perubahan 2015. Namun, hingga akhir Desember 2015, masih ada sisa anggaran yang tidak dipakai.

“Anggaran fogging 2015 tidak terserap semuanya. Masih ada sisa beberapa juta. Selama Desember, fogging hanya dilakukan di lokasi endemis penyakit DBD,” terang Bambang.

Dia mengkhawatirkan kondisi perubahan cuaca tak menentu yang terjadi akhir-akhir ini. Kendati memasuki musim penghujan, namun jarang terjadi hujan di wilayah Kabupaten Jamu. Hujan hanya terjadi sesekali dalam sepekan. Air hujan di pot bunga atau bak penampungan air bisa digunakan nyamuk aedes aegyti dapat berkembang biak secara cepat.

Advertisement

Lebih jauh, Bambang menjelaskan telah menerbitkan surat edaran (SE) yang dilayangkan ke setiap pemerintah kecamatan pada awal Januari lalu. Surat itu berisi penggalakkan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) terutama di sekitar lingkungan rumah penduduk.

“Kalau setiap hari terjadi hujan maka jentik-jentik nyamuk akan terbawa aliran air. Saat ini kondisinya beda walaupun musim penghujan. Kadang hujan kadang panas, kondisi ini yang lebih mengkhawatirkan karena jentik-jentik nyamuk dapat berkembang biak cepat,” kata dia.

Di sisi lain, Camat Grogol, Agustinus Setiyono, mengatakan telah mengimbau agar para kepala desa menyosialisasikan program PSN kepada masyarakat. Selama ini, setiap rukung tetangga/rukun warga (RT/RW) selalu melaksanakan kerja bakti membersihkan lingkungan rumah masing-masing secara rutin. Hal itu akan digalakkan untuk mencegah penularan penyakit DBD.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif