News
Selasa, 5 Januari 2016 - 11:21 WIB

Kisah Sarjana UNY Mengajar di Tempat Terpencil, Tiga Hari Perjalanan Menuju Tempat Tugas

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Guru SM3T UNY, Doni Eko Nurcahyo dan Boby Firma Oktavia saat melalui perjalan pertamanya di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. (Foto Istimewa)

Kisah sarjana UNY yang mengajar di tempat terpencil ini menegangkan, karena harus melewati medan yang sulit untuk mencapai tujuan

Harianjogja.com, SLEMAN – Menjadi seorang guru di daerah tertinggal memiliki segudang pengalaman baru dan seru. Hal ini yang dirasakan Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan Terluar Tertinggal (SM3T) Doni Eko Nurcahyo dan Boby Firma Oktavia saat harus menempuh perjalanan menuju tempat tugas mereka.

Advertisement

Kedua guru SM3T UNY itu harus menempuh perjalanan tiga hari agar sampai di tempat tugasnya di Desa Long Titi, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara dengan menggunakan bebagai cara. Menurut Doni Eko Nurcahyo, Desa Long Titi untuk pertama kalinya mendapat guru SM3T.

“Sebelum berangkat ke desa kami belanja sembako dan perlengkapan yang diperlukan,” kata Doni dalam rilis yang dikirimkan ke Harian Jogja, Senin (4/1/2016).

Advertisement

“Sebelum berangkat ke desa kami belanja sembako dan perlengkapan yang diperlukan,” kata Doni dalam rilis yang dikirimkan ke Harian Jogja, Senin (4/1/2016).

Doni ditempatkan di SDN 002 Sungai Tubu Desa Long Titi hingga Agustus 2016. Dia juga diberikan saran Kepala SDN 002 Sungai Tubu Markus Apon untuk membawa barang bawaan ke Long Titi secukupnya saja, baju dinas batik dan kaos.

“Kami disarankan untuk tidak membawa sepatu pantovel serta seragam pramuka karena keadaan di sana tidak seperti di kota dan tidak ada kegiatan pramuka,” kata Doni.

Advertisement

Hampir setiap 10 menit sekali mereka melewati derasnya aliran sungai dengan dibantu menggunakan dayung bersama para guru SDN 002 Sungai Tubu Markus Apon, Yusten dan Hasan. Apabila arus terlalu deras karena ada batu besar, mereka harus turun dan berjalan kali.

“Waktu pertama kali turun dari ketinting kami kaget karena harus naik batu. Situasinya mirip panjat tebing sambil membawa barang kami masing-masing yang berat. Sungguh melelahkan dan membuat pundak kami pegal-pegal semua,” kata Doni.

Boby Firma Oktavia menambahkan kegiatan naik dan turun dari ketinting ini mereka lakukan sebanyak enam kali. Perjalanan ini belum selesai. Hari itu perjalanan ke tempat tujuan hari pertama, yaitu Desa Kuala Rian dan sampai di lokasi pukul 17.00 WITA.

Advertisement

Hari berikutnya mereka menempuh perjalanan dari Desa Kuala Rian menuju ke Long Tepuh dengan berjalan kaki. Mereka hanya bisa membawa satu tas gendong dengan isi terbatas. Perlengkapan lain yang dibutuhkan selama empat bulan dilokasi harus dibawa sendiri karena tidak ada bantuan kurir.

“Setelah sarapan dan membawa bekal secukupnya, kami lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki seharian ke Desa Rian Tubu atau sering disebut daerah Long Tepuh. Semula kami kira hanya melewati hutan yang datar-datar saja tapi kenyataannya jalanan terjal, lewati sungai bahkan melintasi pegunungan,” kata Boby yang menjelaskan hari kedua mereka menginap di rumah salah satu Guru PNS di SDN 003 Sungai Tubu.

Di hari ketiga perjalanan menuju ke Long Titi diawali dengan berjalan kaki juga. Mereka diberi tongkat untuk membantu saat perjalanan untuk membantu terutama saat menyeberangi sungai. Pada hari ketiga ini memang banyak melintasi pegunungan dan sungai.

Advertisement

“Lelah perjalanan bahkan saya sempat istirahat dan tertidur hampir 15 menit. Beruntung jejak kaki para rombongan belum hilang dan saya tinggal mengikutinya. Akhirnya sore hari kami telah sampai di Long Titi dan diantarkan ke mess dekat sekolah SDN 002 Sungai Tubu Desa Long Titi,” jelas Boby.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif