News
Rabu, 16 Desember 2015 - 15:15 WIB

UU DESA : 6 Masalah Ini Hambat Penerapan UU Desa

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar. (JIBI/Solopos/Antara)

UU Desa terhambat sejumlah masalah yang terjadi di masyarakat.

Solopos.com, JAKARTA – Penerapan Undang-Undang (UU) No. 6/2014 tentang Desa di Tanah Air terhambat lantaran menghadapi sejumlah masalah.

Advertisement

“Banyak hambatan penerapan UU Desa. Pertama, adanya perbedaan penafsiran UU Desa di tingkat elite yang berimplikasi pada proses penerapan dan pencapaian mandat yang tidak utuh, bahkan mengarah pada pembelokan terhadap mandat UU,” ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Marwan Jafar, di Jakarta, Rabu (16/12/2015).

Kedua, lanjut dia, di tingkat pemerintahan desa terjadi pragmatisme yang mengarah pada hilangnya kreativitas dalam menggali sumber daya lokal di desa.

Advertisement

Kedua, lanjut dia, di tingkat pemerintahan desa terjadi pragmatisme yang mengarah pada hilangnya kreativitas dalam menggali sumber daya lokal di desa.

Menurut Marwan, dana desa yang seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat, belum digunakan secara optimal untuk menggali sumber pendapatan baru melalui investasi produktif yang dijalankan oleh masyarakat.

“Penggunaan dana desa masih melakukan replikasi atas, village project sebelumnya yang bias pembangunan infrastruktur,” jelas dia.

Advertisement

“Demokratisasi desa juga terkendala lemahnya tingkat partisipasi yang substantif dan konstruksif dari masyarakat desa. Pada dimensi inilah pemerintah pusat dan daerah dapat berperan aktif untuk membina dan memberdayakan masyarakat desa dalam rangka meningkatkan kualitas partisipasi mereka,” jelas Marwan.

Permasalahan keempat, lanjut Menteri Marwan, adalah penguasaan rakyat atas tanah dan sumberdaya alam belum terintegrasi dan menjadi basis dari proses pembangunan dan pemberdayaan desa.

Masalah struktural seperti konflik agraria, kepastian hak desa atas wilayahnya dan kedaulatan dalam mengatur ruang desa belum tercermin dalam kebijakan pembangunan dan pemberdayaan desa.

Advertisement

Kelima, praktik pelaksanaan musyawarah desa cenderung patriarki, peran perempuan mengalami marjinalisasi ketika mereka menyampaikan usulan yang berkaitan dengan kepentingan tubuh, nalar, dan keberlangsungan hidupnya.

Persoalan terakhir adalah tata ruang kawasan perdesaan yang harus tunduk dengan tata daerah cenderung tidak sesuai aspirasi desa.

“Pembangunan desa skala lokal terkendala dengan pola kebijakan Tata Ruang Perdesaan yang berpola top-down. Hal ini tidak jarang menyebabkan desa kehilangan akses sumber daya akibat kebijakan tata ruang yang belum mengakomodir aspirasi desa,” papar dia.

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci : UU Desa
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif