Jateng
Selasa, 15 Desember 2015 - 14:50 WIB

MASALAH KETENAGAKERJAAN : Duh, 6.500 Buruh Rumahan Tak Mendapatkan Hak-Hak Sebagai Buruh

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Masalah ketenagakerjaan di Jateng masih banyak buruh rumahan yang tidak mendapatkan hak mereka sebagai buruh.

Kanalsemarang.com, SEMARANG-Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan diminta untuk memperhatikan nasib buruh rumahan baik dari sisi regulasi maupun pemenuhan hak sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Advertisement

“Pekerja rumahan belum memperoleh hak-haknya sebagai buruh,” kata Ida Fitriani, perwakilan dari Forum Komunikasi dan Advokasi Perlindungan Pekerja Rumahan Jateng di Semarang, Senin (14/12/2015).

Menurut dia, hak-hak yang tidak diterima buruh rumahan itu seperti tidak menerima jaminan sosial dan kesehatan, biaya produksi berupa transportasi serta listrik masih ditanggung sendiri, tidak mendapat hak cuti, dan belum ada perlindungan pada kasus pemutusan.

Ia mengungkapkan kondisi buruh rumahan cukup memprihatinkan karena waktu bekerjanya hampir sama dengan pekerja formal di pabrik, meskipun intensitas waktunya tidak sama.

Advertisement

“Banyak perusahaan di Jateng yang memberlakukan buruhnya sebagai buruh rumahan, mulai dari membordir, memotongi sisa benang, menjahit sepatu, menjahit sarung tangan,” ujarnya.

Ia memperkirakan ada sekitar 6.500 pekerja rumahan di Jateng yang tersebar di sejumlah daerah seperti Kabupaten Semarang, Kabupaten Sukoharjo, Kota Solo, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Batang.

“Pada UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan buruh adalah pertama ada pekerjaan, kedua menerima upah, dan ketiga ada perintah sehingga sudah jelas jika para buruh rumahan juga harus dilindungi hak-haknya sesuai UU,” katanya.

Advertisement

Menanggapi hal tersebut, Kepala Disnakertransduk Jateng Wika Bintang menjelaskan tidak ada payung hukum yang mengatur para buruh rumahan.

“Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003, hanya mengatur pekerja yang memiliki kesepakatan kerja dengan pihak penyedia lapangan kerja,” ujarnya.

Ia mengaku sudah meminta Biro Hukum Setda Pemprov Jateng agar dibuatkan aturan berupa peraturan daerah atau peraturan gubernur, namun hal itu tidak memungkinkan karena tidak ada aturan dari pemerintah pusat sebagai pedoman.

“Kendati demikian, saya akan sampaikan aspirasi dari para buruh rumahan ini ke pemerintah pusat melalui kementerian,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif