Soloraya
Selasa, 15 Desember 2015 - 07:40 WIB

KERUSAKAN LINGKUNGAN : Awas, Sub DAS Keduwang Makin Kritis

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga mengamati aliran air Bengawan Solo, Kamis (16/4/2015). (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Kerusakan lingkungan di DAS Sungai Keduwang semakin kritis.

Solopos.com, SOLO–Kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai kawasan di Indonesia salah satunya di wilayah Soloraya mengakibatkan berbagai bencana terutama banjir. Seperti kondisi di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Keduwang yang ada di Kabupaten Wonogiri yang kini beralih fungsi jadi lahan pertanian saat musim kemarau.

Advertisement

“Kondisi Sub DAS Keduwang di Wonogiri semakin memprihatinkan. Bagian hulu Sungai Bengawan Solo itu memiliki sedimen yang tinggi sehingga saat kemarau beralih fungsi menjadi lahan pertanian. Lebar sungai pun menjadi sempit dan daya tampungnya semakin minim,” kata Direktur Kemitraan Lingkungan Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Widodo Sambodo, Senin (14/12/2015).

Saat itu, ia menjadi narasumber dalam diskusi publik berjudul Mewujudkan Kelembagaan Kaukus Lingkungan DPRD dan Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang Lestari di Hotel Dana. Selain Widodo Samboda, juga ada narasumber lain dari Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah M. Chamim Irfani dan pegiat lingkungan hidup Agus Dody Sugiartoto.

Widodo, yang akrab disapa Dodo, juga menjelaskan alih fungsi lahan itu tidak hanya kesalahan dari masyarakat. Menurutnya, sejumlah pihak juga ikut andil dalam permasalah itu. Seperti banyaknya pembangunan gedung yang membuat lahan pertanian semakin minim. Juga perhutani yang semakin komersil karena menanam pinus untuk diambil getahnya.

Advertisement

Padahal, lanjut dia, tanaman pinus tersebut rakus air sehingga debit mata air yang berada di sekitar kawasan hutan semakin berkurang. Akibatnya, demi memenuhi kebutuhan pangan, masyarakat memilih bercocok tanam di lahan sedimentasi.

“Kalau kondisi seperti ini terus berlangsung hingga beberapa tahun ke depan, maka 2020 Indonesia bisa krisis pangan, air bersih, dan energi. Saat ini, Wonogiri mulai krisis pangan dan air bersih sehingga saat kemarau selalu kekeringan. Untuk itu, kami terus melakukan pendekatan kepada perhutani untuk memberikan sebagian lahannya kepada petani untuk diolah menjadi lahan pertanian,” ujarnya.

Selain itu, Dodo juga mengkhawatirkan maraknya penambangan yang bisa menyebabkan krisis energi. Apabila tidak diimbangi regulasi yang ketat, sumber energi akan habis karena penambangan besar-besaran tanpa memperhatikan kondisi lingkungan. Ia menilai saat ini kerusakan lingkungan dan tindakan pelestariannya belum seimbang.

Advertisement

Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah, M. Chamim Irfani, menambahkan mayoritas keputusan tentang perencanaan dan penyelenggaraan hutan di Indonesia merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sedangkan pemerintah daerah hanya melaksanakan aturan itu. Menurutnya, itu menjadi kendala tersendiri dalam menentukan kebijakan di daerah.

Menurutnya, jumlah itu cukup tinggi dibanding alokasi anggaran beberapa tahun sebelumnya yang hanya Rp1 miliar hingga Rp2 miliar. Ia juga berharap kaukus atau pertemuan tertutup dari kelompok pegiat lingkungan untuk merumuskan kebijakan di DPRD bisa ditingkatkan sehingga kebijakan bidang lingkungan terus terpantau.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif