Jogja
Kamis, 10 Desember 2015 - 04:20 WIB

EKSPOR DIY : Min Plus Penggunaan Renminbi Bagi DIY

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aktivitas pemuatan kontainer ke kapal terlihat di Pelabuhan Makassar, bebrapa waktu lalu. Bank Dunia dan WTO bertekad membantu negara-negara berkembang untuk memaksimalkan program Fasilitasi Perdagangan. (JIBI/Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone)

Ekspor DIY memungkinkan untuk ditingkatkan.

Harianjogja.com, JOGJA- Penggunaan Renminbi (RMB) -mata uang Tiongkok- untuk kegiatan ekspor impor di DIY pada satu sisi dinilai menguntungkan. Renminbi dapat memudahkan transaksi perdagangan produk asal DIY karena tidak harus menggunakan Dolar Amerika Serikat. Di sisi lain, transaksi ekspor produk DIY ke Tiongkok masih kecil sehingga perlu ditingkatkan lagi agar penggunaan RMB berdampak signifikan.

Advertisement

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) DIY, Arief Budi Santoso mengatakan, penetapan RMB sebagai mata uang internasional oleh International Moneter Fund atau IMF bisa memengaruhi kondisi perekonomian nasional. RMB, katanya, bisa menjadi alat transaksi alternatif untuk ekspor dan impor barang dengan Tiongkok.

“Jadi eksportir ataupun importir tidak harus membayar dua kali kurs seperti sebelumnya. Dengan kurs langsung RMB, harga dalam transaksi disebutnya bisa lebih murah,” ujarnya, Rabu (9/12/2015).

Meski begitu, Arief masih belum melihat penggunaan RMB untuk kegiatan ekspor dan impor memiliki efek signifikan bagi DIY. Alasannya, ia melihat tracking baik eksportir maupun importir dari DIY ke Tiongkok dan sebaliknya, masih terbilang kecil. Dijelaskan Arief, ekspor produk asal Indonesia ke Tiongkok sejauh ini didominasi oleh beberapa komoditas saja. Ekspor DIY ke negeri tirai bambu itu, kata Arief, masih didominasi produk tekstil, mebel, dan olahan kulit.

Advertisement

“Dari sisi transaksi ekspor, perlu diamati apakah jenis barang yang diekspor mendapat atensi market yang besar di Tiongkok atau tidak? Demikian juga soal kecocokan harga produk. Ini perlu dipahami,” katanya.

Dari sisi impor, jelasnya, kebijakan IMF tersebut sebetulnya bisa menjadi peluang yang menguntungkan bagi Indonesia, termasuk DIY. Sayangnya, kata Arief, selama ini Tiongkok justru lebih banyak mengimpor produk bahan mentah dari sektor pertambangan seperti batubara dan nikel ataupun hasil perkebunan seperti kelapa sawit dari Indonesia. Bahan-bahan itu diolah jadi barang produksi oleh Tiongkok kemudian diekspor lagi ke sejumlah Negara, termasuk Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif