Jogja
Rabu, 2 Desember 2015 - 11:55 WIB

BANDARA KULONPROGO : Lahan akan Jadi Bandara, Pemilik Penginapan dan Petambak Udang Pertanyakan Kompensasi

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Laguna Pantai Glagah salah satu daya tarik di pantai ini yang terus dipadati pengunjung setiap musim liburan. (Harian Jogja/Holy Kartika N.S)

Bandara Kulonprogo di pesisir selatan akan menggunakan lahan yang saat ini menjadi lokasi usaha warga. Pemilik usaha mempertanyakan kompensasi yang akan diberikan

Harianjogja.com, KULONPROGO – Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Penggarap Lahan Pesisir (FKPLP) Kulonprogo mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kulonprogo, Selasa (1/12/2015). Warga yang berasal dari berbagai usaha di wilayah pesisir menuntut kejelasan kompensasi yang akan diterima.

Advertisement

Berbagai jenis usaha yang berada di kawasan calon bandara baru DIY, selama ini belum diperbincangkan secara mendalam. Ketua FKPLP Kulonprogo Sumantoyo mengatakan, maksud kedatangan komunitas itu yakni untuk meminta kejelasan nasib lahan yang sudah sejak lama menjadi sumber penghidupan warga.

“Kami tidak mempermasalahkan tanah hak milik, tetapi hanya ingin memperjuangkan lahan pesisir sebagai sumber mata pencaharian kami,” ujar Sumantoyo usai audiensi bersama anggota dewan, tim Project bandara baru dari PT Angkasa Pura I, BPN dan Sekda Kulonprogo.

Sumantoyo memaparkan, forum tersebut terdiri dari kalangan petani penggarap lahan pesisir, petambak, pemilik warung atau rumah makan, pelaku parwisata, pemilik penginapan dan peternak. Lahan pesisir yang selama ini diakui sebagai lahan Paku Alam Groun (PAG) telah lama menjadi lahan garapan bagi sejumlah masyarakat.

Advertisement

Sedikitnya, terdapat 26 penginapan yang berdiri di empat desa yang berada di kawasan pesisir. Di antaranya Desa Palihan, Desa Glagah, Desa Sindutan dan Desa Jangkaran. Sumantoyo mengungkapkan, kurang lebih total terdapat 402 kamar. Selain itu, sepanjang pesisir pantai di kawasan pembangunan bandara baru telah berdiri ratusan tambak udang dan telah menjadi potensi usaha yang menguntungkan warga masyarakat sekitar.

“Selama ini pemerintah selalu berlindung dalam undang-undang, bahkan terkait kompensasi tidak diatur secara jelas. Padahal, pada intinya kami tidak menentang pembangunan bandara, karena nantinya bagaimana pun juga bandara akan memberikan kesejahteraan masyarakat,” jelas Sumantoyo.

Sumantoyo berharap, usaha yang dikembangkan masyarakat pesisir paling tidak juga bisa turut direlokasi. Terutama untuk usaha-usaha di sektor pariwisata. Pasalnya, warga telah lama menjalankan usaha tersebut, sehingga jika direlokasi namun dengan usaha yang berbeda pastinya akan merugikan. Pihaknya berharap, independensi tim appraisal yang akan menentukan nilai ganti rugi nantinya tidak menyusahkan warga.

Advertisement

“Kami keterampilannya adalah sebagai penyedia jasa akomodasi. Jelas kami tidak bisa melakukan usaha lain, jika diberi lahan untuk bertani atau beternak. Demikian pula dengan bidang usaha lainnya,” papar Sumantoyo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif