Soloraya
Senin, 30 November 2015 - 06:00 WIB

GAGASAN : Menangkal ISIS, Menjaga NKRI

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sumarsih (Istimewa)

Gagasan Solopos, Sabtu (28/11/2015), ditulis Sumarsih. Penulis adalah anggota staf peneliti Alwi Research and Consulting. Penulis merupakan alumnus Fisipol UGM.

Solopos.com, SOLO — Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat memastikan sejauh mana (masa depan) Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). ISIS telah dibombardir oleh negara-negara kuat, seperti Amerika Serikat, Rusia, Inggris, dan Prancis.

Advertisement

Realitas ini jelas sangat memprihatinkan sebab secara tidak langsung membangun nalar berpikir betapa kuatnya ISIS. Bukan tidak mungkin logika yang demikian nantinya justru membuat banyak warga dunia, termasuk warga Indonesia, terjerumus masuk menjadi anggota atau minimal simpatisan ISIS.

Celakanya, banyaknya warga dunia yang telah terpengaruh dan menjadi bagian dari ISIS. Ini adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dimungkiri. Merujuk pernyataan Direktur Pusat Kontra Terorisme Nasional Amerika Serikat, Nicholas Rasmussen, hingga medio Februari 2015 lalu terdapat lebih dari 20.000 orang  dari 90 negara telah bergabung bersama kelompok militan ISIS.

Advertisement

Celakanya, banyaknya warga dunia yang telah terpengaruh dan menjadi bagian dari ISIS. Ini adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dimungkiri. Merujuk pernyataan Direktur Pusat Kontra Terorisme Nasional Amerika Serikat, Nicholas Rasmussen, hingga medio Februari 2015 lalu terdapat lebih dari 20.000 orang  dari 90 negara telah bergabung bersama kelompok militan ISIS.

Realitas ini selain menunjukkan betapa ampuhnya strategi perekrutan ISIS juga menunjukkan betapa mudahnya negara-negara di dunia ini, termasuk Indonesia, terpengaruh ekstremitas ISIS.

Sebagai bangsa dengan jumlah penduduk muslim terbesar yang tentunya sangat rentan terpengaruh ekstremitas ISIS, penting bagi pemerintah Indonesia selalu mengevaluasi strategi dalam menangkal pengaruh ISIS secara rutin dan berkelanjutan.

Advertisement

Pada medio November ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengumumkan kemungkinan bergabungnya WNI lainnya bersama ISIS, yakni Dwi Joko Wiwoho yang merupakan Direktur Pelayanan Satu Pintu  di Badan Pengusahaan untuk Kawasan Batam (BP Batam).

Belum lagi bila ditambah keberadaan para pelaku teror (baca: teroris) dalam negeri yang diduga kuat terkait dengan ISIS, seperti jaringan teroris Santoso di Poso. Hal ini jelas menunjukkan implementasi strategi pemerintah, dalam hal ini BNPT, untuk menangkal pengaruh ektremitas ISIS masih belum berjalan optimal.

Alih-alih menyikapinya dengan menyiapkan strategi baru, baik pemerintah maupun BNPT terkesan tak mau ambil pusing dengan potensi pengaruh ekstremitas ISIS. Faktanya, pemerintah dan BNPT masih hanya berorientasi pada upaya represif (penindakan) daripada upaya preventif (pencegahan) dalam menangkal ektremitas ISIS maupun pelbagai tindak teror lainnya.

Advertisement

Penerapan upaya represif dalam menangkal maupun memberantas ekstremitas selain secara nyata dapat meningkatkan potensi terjadinya kerugian (materi, korban luka, korban tewas), dari sisi efektivitasnya pun patut dipertanyakan.

Sekeras apa pun upaya represif dalam menangkal dan memberantas ekstremitas, akan kecil kemungkinan tindakan teror tidak akan terjadi kembali. Pada dasarnya para penganut paham ekstrem yang menjadi sumber dari segala bentuk tindakan teror yang terjadi di dunia ini sama sekali tidak takut ancaman penjara.

Ancaman kematian sekalipun kerap tidak menciutkan nyali mereka karena nalar dan cara berpikir mereka telah ”dicuci” sedemikian rupa. Di kalangan mereka ada keyakinan kematian (sebagai dampak tindakan ekstrem ala mereka) adalah jalan menggapai surga. [Baca selanjutnya: Perlu Serius]

Advertisement

 

Perlu Serius
Berkaca dari aksi teror yang terjadi di Prancis, sudah semestinya pemerintah Indonesia mulai memandang serius upaya menangkal pengaruh ekstremitas, utamanya pengaruh ekstremitas ISIS.

Jika paham ekstremitas ISIS telanjur masuk dan memengaruhi nalar berpikir berbagai sekelompok masyarakat, pemerintah dan BNPT akan menghadapi tantangan yang sangat besar.

Pertama, potensi terjadinya aksi teror di wilayah Indonesia akan meningkat pesat. Itu karena masyarakat yang telah terpengaruh ekstremitas ISIS tidak akan berpikir bagaimana cara menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Nalar dan laku berpikir mereka hanya akan berorientasi pada bagaimana cara mewujudkan cita-cita ISIS. Pengaruh ekstremitas ISIS akan mudah menemukan momentumnya di Indonesia. Cita-cita ISIS sebagaimana yang selama ini kerap diumbar agar masyarakat Indonesia tertarik bergabung ialah mewujudkan konsep khilafah Islamiah.

Kedua, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berpotensi tidak dapat berumur panjang. Logika sederhananya, ketika masyarakat sudah tak lagi berpikir akan pentingnya eksistensi bangsa maka bangsa tersebut jelas hanya tinggal menunggu waktu untuk bubar (hancur).

Demikian pula dengan NKRI, ketika telah banyak masyarakat Indonesia terpengaruh dan sepakat dengan ekstremitas ISIS maka keinginan untuk tetap mempertahankan eksistensi NKRI tentu semakin tipis.

Sebaliknya, cita-cita untuk mewujudkan konsepsi khilafah Islamiah akan semakin menggebu-gebu. Pada akhirnya, ketika hal demikian ini terjadi, tak ada pilihan lain lagi yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia selain harus menyerah pada keinginan ISIS.

Ekstremitas ISIS dan pelbagai tindakan teror yang dilakukan para pengikutnya telah terbukti mempunyai dampak yang sangat berbahaya. Aksi teror di Prancis harus menjadi refleksi sekaligus momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan membenahi strategi yang diterapkan dalam menangkal pelbagai bentuk pengaruh ekstremisma sesat, tak terkecuali ISIS.

Dengan menjalankan langkah-langkah strategis seperti itu, selain eksistensi NKRI dapat tetap terjaga selamanya, potensi terjadinya pelbagai aksi teror di wilayah NKRI juga dapat diminimalkan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif