News
Minggu, 29 November 2015 - 20:22 WIB

NASIB JURNALIS : AJI: Nasib Kontributor Rentan, Serikat Pekerja Media Lemah

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pemutaran film Garis Putih Wartawan di Madiun, Kamis (12/2/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Fikri Yusuf)

Nasib jurnalis kontributor dinilai sangat pelik. Sementara posisi serikat pekerja media juga diwarnai banyak kelemahan.

Solopos.com, SOLO — Kesejahteraan jurnalis yang berstatus sebagai kontributor atau koresponden dinilai masih rentan. Tidak jelasnya kontrak kerja dan minimnya honor menjadi satu dari sekian banyak masalah pelik yang dihadapi jurnalis.

Advertisement

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Suwarjono, mengatakan perlunya pembentukan serikat pekerja untuk jurnalis yang berstatus kontributor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan AJI terhadap kontributor di delapan kota di Indonesia, yaitu Medan, Bengkulu, DKI Jakarta, Makassar, Pontianak, Kediri, Mataram, dan Ambon, masalah ketenagakerjaan profesi ini sangat pelik. Selain kontrak kerja yang tak jelas, tak adanya jaminan sosial juga menjadi fenomena umum.

Menurut Suwarjono, selama ini paling banyak kontributor bekerja di media TV, online, dan sebagian media cetak. “Misal mengenai honor, dari dahulu sampai sekarang honor bagi kontributor tidak ada kenaikan. Tetapi, realitasnya banyak kontributor yang enggan ketika diminta untuk menjadi karyawan tetap. Sebagian dari mereka beranggapan ketika menjadi karyawan tetap justru akan mengurangi pendapatan,” kata dia dalam Focus Gorup Discussion (FGD) mengenai Serikat Pekerja Media dan Nasib Kontributor: Pemetaan dan Rekomendasi Aksi di Solo, Sabtu (28/11/2015).

Karena itu, AJI Indonesia mendorong jurnalis untuk membuat serikat pekerja (SP) karena dinilai penting. Tak hanya bagi kontributor, tapi juga bagi jurnalis yang bekerja sebagai karyawan perusahaan media di tengah kondisi bisnis media yang kian keras.

Advertisement

Hasil penelitian AJI Indonesia dan Federasi Serikat Pekerja Media (FSPM) Independen menyebutkan dari sekitar 2.000 perusahaan media di Indonesia hanya ada sekitar 40 SP yang dibentuk. Setelah dilakukan verifikasi pada 2015, hanya 24 SP yang masih aktif, sedangkan lainnya sudah tidak aktif.

Peneliti AJI Indonesia, Aloysius B Kurniawan, mengatakan AJI beserta FSPM Independen telah mengambil sampel di 19 SP yang tersebar di seluruh Indonesia. Rata-rata SP yang telah terbentuk belum berjalan sesuai dengan fungsinya. Selain itu masih banyak SP yang tidak memiliki ruang sekretariat, kartu anggota, dan agenda rutin.

“19 SP yang kami jadikan sampel antara lain Serikat Karyawan ANTV, Serikat Pekerja MNC TV, Kerukunan Warga Karyawan (KWK) Bisnis Indonesia, Perkumpulan Karyawan Kompas [PKK], Ikaso [Ikatan Karyawan Solopos], SP Ikaso FM, dan lainnya,” kata dia dalam forum yang sama.

Advertisement

Wawan, panggilan akrabnya, mengatakan SP sangat penting sebagai wadah untuk menampung aspirasi pekerja dan komunikasi dengan manajemen perusahaan. Selain itu, ketika ada masalah mengenai ketenagakerjaan, SP bisa ikut memperjuangkan nasib pekerja media.

“Sudah banyak kasus yang diselesaikan SP. Kalau dalam perusahaan tidak ada SP, tentu akan mempersulit karyawan saat ada masalah dengan pihak manajemen,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif