Soloraya
Jumat, 27 November 2015 - 04:40 WIB

SUMUR DALAM SRAGEN : Dibebani Rp40.000/Jam Gunakan Sumur Dalam, Petani Jenggrik Keberatan

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sumur dalam di Desa Jenggrik, Kedawung, Sragen. Petani meminta ada penurunan biaya sewa. (JIBI/Solopos/Moh. Khodiq Duhri)

Sumur dalam Sragen, petani di Desa Jenggrik, Kedawung, terbebani biaya Rp40.000/jam untuk menggunakan sumur dalam.

Solopos.com, SRAGEN–Kalangan petani di Dusun Tempel, Desa Jenggrik, Kecamatan Kedawung, keberatan dengan tarikan biaya Rp40.000/jam untuk memakai air dari sumur dalam bantuan pemerintah.

Advertisement

Para petani menganggap tarikan biaya Rp40.000/jam untuk memakai air itu cukup besar sehingga mereka kesulitan membayarnya.  “Maunya kami ya jangan mahal-mahal. Kasihan para petani kecil seperti saya. Sebaiknya dibahas lagi bagaimana enaknya. Kalau bisa biayanya tidak memberatkan,” kata Dimin, 50, petani setempat saat ditemui wartawan di lokasi.

Petani lain yang keberatan disebutkan namanya mengatakan sumur dalam itu sudah selesai dibangun sejak tiga bulan lalu. Meski begitu, sumur dalam itu baru dioperasikan untuk mengairi lahan pertanian sebulan terakhir. Menurutnya, keberadaan sumur dalam itu sangat berharga bagi petani, terutama saat memasuki musim kemarau.

“Sampai sekarang saya belum menggunakan air dari sumur dalam itu. Saya sudah terbantu datangnya musim hujan. Kalau musim kemarau tetap butuh sumur dalam itu. Namun kalau harus bayar Rp40.000/jam saya sendiri keberatan,” paparnya.

Advertisement

Menanggapi hal itu, Kepala Desa Jenggrik, Paidi, mengatakan sumur dalam bantuan dari Dinas Pertanian Sragen itu senilai Rp153 juta. Pemerintah Desa Jenggrik menerima bantuan sumur dalam itu sudah dalam bentuk jadi.

“Sumur itu dibangun langsung oleh pemborong. Kami hanya menerima dalam bentuk jadi. Dana untuk membangun sumur dalam itu tidak masuk ke kas desa,” kata Paidi saat dihubungi via telepon.

Ihwal tarikan biaya penggunaan air Rp40.000/jam, kata Paidi, sudah menjadi kesepakatan kalangan petani setempat yang mengelola sumur dalam. Dia menegaskan dari tarikan biaya Rp40.000/jam itu, sedikit pun tidak ada alokasi dana yang masuk ke kas desa atau ke kantong pejabat desa.

Advertisement

“Dari Rp40.000/jam itu, Rp25.000 di antaranya untuk kebutuhan solar dan oli guna menghidupkan mesin pompa. Rp5.000 untuk honor warga yang menunggunya. Sisanya, Rp10.000 saya minta ditabung untuk biaya perbaikan mesin jika mengalami kerusakan,” ujar Paidi.

Paidi mengakui sebagian petani belum membayar Rp40.000/jam meski sudah menggunakan air. Bahkan, warga yang ditugaskan untuk menjaga sumur dalam itu belum menerima honor karena masih ada petani yang belum membayar.
“Prinsip saya, kalau memang keberatan, petani boleh membawa solar sendiri. Kalau dinilai terlalu mahal, masih dibahas untuk diturunkan. Tapi, segala kerusakan nantinya harus menjadi tanggungan petani,” paparnya.

Paidi menganggap tarikan Rp40.000/jam tersebut tidak terlalu mahal. Tarikan biaya di Dusun Tempel itu lebih murah dibandingkan tarikan biaya di Dusun Mulyorejo yang mencapai Rp55.000/jam. “Di Dusun Mojomulyo yang dekat dengan Balai Desa Jenggrik, biaya penggunaan air dari sumur dalam mencapai Rp55.000/jam jika memakai mesin diesel. Kalau memakai listrik, petani cukup bayar Rp25.000/jam. Kebetulan sumur dalam di Dusun Tempel memang jauh dari jangkauan aliran listrik,” paparnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif