News
Kamis, 26 November 2015 - 23:50 WIB

UPAH BURUH : UU Pengupahan Tak Akan Direvisi

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri Ketenagakerjaan Muhamad Hanif Dhakiri (JIBI/Solopos/Antara)

Upah buruh tetap berdasarkan UU Pengupahan. Kendati banyak buruh yang berunjuk rasa, pemerintah tak akan merevisinya. 

Solopos.com, JAKARTA – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan tidak akan direvisi meski menuai gelombang penolakan dari buruh. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri justeru menilai bahwa PP tersebut justru memberi kepastian pengupahan untuk buruh di Indonesia.

Advertisement

“PP pengupahan merupakan kebijakan terbaik yang bisa kita ambil saat ini demi kepentingan semua pihak,” tutur Menaker di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyampaikan PP Pengupahan itu memberikan kepastian terhadap kenaikan upah buruh. Ia juga menyatakan, dengan PP tersebut buruh terhindar dari ancaman upah murah.

Advertisement

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyampaikan PP Pengupahan itu memberikan kepastian terhadap kenaikan upah buruh. Ia juga menyatakan, dengan PP tersebut buruh terhindar dari ancaman upah murah.

“Dunia usaha juga terlindungi karena ada kepastian sehingga dunia usaha bisa berkembang dan membuka banyak lapangan kerja,” lanjut Menaker seperti dikutip Solopos.com dari Depnakertrans.go.id, Rabu (25/11/2015).

Beberapa waktu lalu, Menaker menegaskan ada indikasi penyesatan informasi oleh pihak tertentu yang disebarkan di kalangan buruh. Penyesatan informasi itu bertujuan agar elemen buruh mudah digerakkan turun ke jalan dan berdemonstrasi menolak PP Pengupahan.

Advertisement

Kedua, isu bahwa upah buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tidak dibayarkan. Menurut dia, buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tetap harus dibayar upahnya.

Ketiga, dengan formula pengupahan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka perhitungan upah tidak memperhitungkan komponen hidup layak (KHL) dan kenaikannya tidak lebih dari 10 persen.

Menaker kembali menegaskan bahwa hal itu sama sekali tidak benar karena upah minimum tahun berjalan sebagai dasar perhitungan sudah mencerminkan KHL dan untuk tahun 2016 saja kenaikan upah minimum akan mencapai 11,5 persen.

Advertisement

Keempat, struktur dan skala upah mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan maupun produktivitas ditiadakan. Hal tersebut juga dianggap tidak benar karena dalam PP Pengupahan justru mewajibkan perusahaan untuk membuat dan menerapkan struktur dan skala upah.

 

Kelima, terkait isu peniadaan perlindungan terhadap upah. Menurut Menaker, dalam PP Pengupahan masalah perlindungan upah malah ditegaskan dengan sanksi mengacu pada UU 13/2003 dan ditambah sanksi administratif, termasuk penghentian sebagian atau seluruh proses produksi.

Advertisement

Keenam, serikat pekerja dihilangkan peranannya dalam pengupahan. Hal itu pun merupakan informasi tidak benar. Karena dalam PP Pengupahan, keberadaan serikat pekerja justru semakin penting perannya dalam merundingkan upah layak pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun melalui penerapan struktur dan skala upah di perusahaan.

Masih banyak isu senada yang tujuannya memprovokasi buruh agar mau turun ke jalan. Dalam menanggapinya, Menaker menyarankan agar serikat pekerja berunding dengan pengusaha di forum bipartit, bukan di jalanan.

“Makanya, saya ingatkan agar jangan semua informasi ditelan mentah-mentah. Silakan cek isi regulasinya di laman Kemnaker,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif