Jateng
Kamis, 26 November 2015 - 07:50 WIB

KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN : Miris, 1.227 Perempuan Jadi Korban, 21 di Antaranya Tewas

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/Solopos/Burhan Aris Nugraha)

Kasus kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi di Jawa Tengah.

Kanalsemarang.com, SEMARANG- Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang mengungkapkan kasus kekerasan terhadap perempuan di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah mencapai 477 kasus dan masuk kategori tinggi, 21 perempuan di antaranya meninggal.

Advertisement

“Berdasarkan monitoring yang kami lakukan, ratusan kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korban sebanyak 1.227 orang itu terjadi selama November 2014 hingga Oktober 2015,” kata Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM Semarang Rani Pawestri Setiyani di Semarang, Rabu (25/11/2015).

Ia mengungkapkan kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh 712 pelaku itu mengakibatkan 21 perempuan meninggal dunia dengan rincian sembilan orang meninggal karena kasus buruh migran, delapan meninggal karena kasus kekerasan dalam rumah tangga, dua meninggal karena kasus kekerasan dalam pacaran, dan masing-masing seorang meninggal karena kasus perkosaan serta prostitusi.

Dilihat dari jenis kasusnya tercatat 201 kasus KDRT dengan 201 korban, 94 kasus kekerasan dalam pacaran dengan 274 korban, 68 kasus perkosaan dengan 102 korban, 48 kasus prostitusi dengan 479 korban, 25 kasus buruh migran dengan 110 korban, 21 kasus perbudakan seksual dengan 21 korban, 13 kasus pelecehan seksual dengan 19 korban tujuh kasus penjualan manusia dengan 21 korban.

Advertisement

Menurut dia, jumlah terbanyak kasus kekerasan terhadap perempuan tercatat di Kota Semarang dengan 177 kasus, kemudian disusul Kabupaten Wonosobo dengan 60 kasus, Kota Surakarta dengan 37 kasus, Kabupaten Kendal dengan 26 kasus, dan Kabupaten Semarang dengan 15 kasus.

“Tingginya kekerasan seksual yang dialami perempuan korban tidak berbanding dengan pemenuhan hak-haknya karena sepanjang 2015 tidak ada satupun kasus kekerasan seksual usia dewasa yang masuk dalam proses hukum dan masih mengalami banyak hambatan,” ujarnya.

Dalam mendapatkan pemulihan kesehatan, kata dia, perempuan korban kekerasan seksual juga masih mengalami hambatan.

Advertisement

Ia menilai bahwa masih terhambatnya perempuan korban kekerasan seksual dalam mengakses hak-haknya tersebut dipengaruhi oleh tidak adanya peraturan di tingkat nasional untuk melindungi perempuan korban kekerasan seksual.

“Oleh karena itu, kami menuntut pemerintah baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga nasional untuk mengalokasikan anggaran yang cukup bagi pelayanan medis, bantuan hukum dan pendidikan, serta memperkuat perspektif HAM dan korban bagi aparat penegak hukum,” katanya.

Kemudian, memberikan dukungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam mendorong Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam prolegnas 2016 melalui surat resmi kepada DPR RI dan Badan Legislasi Nasional.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif