Soloraya
Rabu, 25 November 2015 - 19:15 WIB

KORUPSI KARANGANYAR : Mantan Kepala Cabang BKK Kebakkramat Divonis 16 Bulan

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi korupsi (Ethixbase.com)

Korupsi Karanganyar melibatkan mantan kepala cabang BKK Karanganyar.

Solopos.com, KARANGANYAR–Mantan Kepala Perusahaan Daerah (PD) Badan Kredit Kecamatan (BKK) Karanganyar Cabang Kebakkramat, Suyatmi, 50, diganjar satu tahun empat bulan denda Rp50 juta subsider satu bulan.

Advertisement

Warga Kalongan Wetan, Papahan, Tasikmadu itu juga harus mengembalikan kerugian negara Rp123 juta. Ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Anastasya Tyas membacakan putusan Nomor 71/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Smg pada Senin (12/10/2015). Eksekusi terhadap Suyatmi dilakukan pada Rabu (25/11/2015). Suyatmi menghuni salah satu ruang tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Solo.

Vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor lebih ringan dua bulan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama satu tahun enam bulan.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karanganyar, Teguh Subroto, melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Karanganyar, Gunawan Wisnu Murdiyanto, menuturkan Suyatmi datang ke Kejari Karanganyar dan diserahkan ke Rutan Kelas I Solo untuk menjalani hukuman.

Advertisement

Dia berurusan dengan hukum karena melakukan mark-up dana untuk pembelian tanah.

“Dituntut menggunakan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia kooperatif. Sudah mencicil kerugian negara Rp80 juta. Sisanya Rp43 juta menyusul. Secepatnya. Yang jelas dia punya iktikad baik mengembalikan kerugian negara. Kasus mark-up tanah yang akan digunakan untuk membangun kantor,” kata Gunawan saat bertemu dengan sejumlah wartawan di Kejari Karanganyar, Rabu (25/11/2015).

Suyatmi bermaksud membeli tanah di Desa Kemiri, Kebakkramat untuk membangun kantor PD BKK Karanganyar Cabang Kebakkramat. Alasan dia, status kantor yang sekarang mengontrak sehingga ingin membangun kantor baru. Dia membeli tanah luas sekitar satu patok atau sekitar 2.300 meter persegi Rp550 juta. Padahal, harga tanah itu Rp350 juta.

Advertisement

“Proses pembelian 2010. Kasus mencuat karena laporan warga. Dia memerintahkan bendahara untuk mencairkan dana. Fakta persidangan itu Suyatmi kerja sendiri. Tanah yang dibeli sudah menjadi aset bank, tetapi masih tanah basah,” jelas dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif