Jogja
Rabu, 25 November 2015 - 13:20 WIB

KAWASAN RAWAN BENCANA : Ini Upaya Pemkab Sleman Bantu Warga Terdampak Erupsi Merapi

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga hunian tetap (huntap) Cangkringan dan Ngemplak mengikuti Workshop Penghidupan Masyarakat Huntap Relokasi 5 Tahun Pasca Erupsi Merapi di Sambi Resort Pakem, Selasa (24/11/2015). (JIBI/Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati)

Kawasan rawan bencana menjadi perhatian pemerintah.

Harianjogja.com, SLEMAN-Penjabat Bupati Sleman, Gatot Saptadi, melalui Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan, Kunto Riyadi mengatakan masalah perekonomian warga di huntap menjadi perhatian Pemkab Sleman selain masalah kependudukan dan sertifikasi lahan.

Advertisement

Kunto yang membacakan sambutan Penjabat Bupati Sleman, Gatot Saptadi, menyampaikan membangun kembali di daerah pasca-bencana tidaklah mudah. Selain perencanaan matang dan dana yang besar juga menuntut keterlibatan warga masyarakat yang menjadi korban.

Saat ini ada 2.040 kepala keluarga (KK) dari 2.582 KK yang sudah menempati huntap. Namun pemkab masih memiliki pekerjaan rumah (PR) terhadap 542 KK yang masih enggan direlokasi. Termasuk 103 KK yang sudah difasilitasi rumah Dana Bantuan Rumah (DBR) tetapi belum konsisten mau menghuni.

“Mereka masih mondar mandir menempati huntap DBR dan rumah lama yang berada di lokasi asal yang dilarang sebagai tempat untuk hunian,” kata dia saat Workshop Penghidupan Masyarakat Huntap Relokasi 5 Tahun Pasca Erupsi Merapi di Sambi Resort Pakem, Selasa (24/11/2015).

Advertisement

Penanganan kehidupan masyarakat di huntap selama ini dibantu Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak). Sebenarnya, kata Kunto, Rekompak telah menyelesaikan tugasnya November 2014. Namun karena BDR dan infrastruktur pendukung kehidupan (livelihood) masih belum berfungsi optimal, maka PU Cipta Karya sebagai pengampu kegiatan kembali mengerahkan Rekompak untuk pendampingan.

Mulai Juni 2015, tim mendorong warga penerima BDR dan pengelola aset livelihood untuk membuat rencana kegiatan yang disesuaikan dengan permasalahan yang berkembang di lapangan. Hasilnya 47 KK telah menghuni huntapnya [BDR] dan aset-aset livelihood hampir semua difungsikan. Seperti showroom, kubung jamur, dan rumah produksi.

“Semoga bisa mendorong perekonomian warga,” jelasnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif