News
Rabu, 18 November 2015 - 21:00 WIB

UANG PALSU : Jelang Pilkada, Uang Palsu di Jateng Naik Lebih dari 5.000 Lembar

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Uang Palsu (JIBI/Harian Jogja/dok)

Uang palsu kembali marak di Jateng bersamaan dengan makin dekatnya penyelenggaraan pilkada serentak 2015.

Solopos.com, SEMARANG — Peredaran uang palsu di Jawa Tengah meningkat sebesar 36,28% sepanjang kuartal III/2015. Maraknya uang palsu tersebut tak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mengganggu efektivitas kebijakan ekonomi.

Advertisement

Data Bank Indonesia (BI) Perwakilan Jateng mencatat sepanjang kuartal III/2015 jumlah uang palsu yang ditukarkan melalui loket BI tercatat sejumlah 6.389 lembar. Jumlah ini naik dari jumlah kuartal II/2015, yakni 4.688 lembar.

Sementara itu, dari jumlah uang palsu pada kuartal III/2015, 54,5% di antaranya adalah uang palsu pecahan Rp100.000 dan 42,3% adalah uang palsu pecahan Rp50.000 sedangkan sisanya adalah pecahan lain yang lebih kecil.

“Uang palsu mengganggu perekonomian, berpengaruh juga pada kepercayaan masyarakat dalam menggunakan uang,” kata Kepala Kantor Perwakilan BI untuk Jateng Iskandar Simorangkir, Rabu (18/11/2015).

Advertisement

Dia menuturkan, secara makroekonomi, peredaran uang palsu juga mengganggu efektivitas penerapan kebijakan. Pasalnya, kebijakan diambil berdasarkan data dan perhitungan salah satunya adalah kalkulasi jumlah uang beredar di pasaran.

Keberadaan uang palsu membuat jumlah uang beredar lebih banyak dibandingkan dengan perhitungan semula dan pada saat bersamaan membuat kemampuan membeli seolah-olah meningkat.

Pengaruh Pilkada

Advertisement

Peningkatan uang palsu ini terjadi jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang dilaksanakan pada akhir tahun ini. Kendati begitu, Iskandar menggarisbawahi pihaknya tak menemukan indikasi langsung pengaruh pilkada serentak 2015 terhadap peningkatan uang palsu.

Meski demikian, lanjutnya, tren yang terjadi selama ini menunjukkan kecenderungan peningkatan uang palsu sejalan dengan periode pilkada. Jelang pilkada, uang tunai cenderung meningkat seiring dengan keperluan kampanye para kandidat kepala daerah.

Masyarakat diimbau agar lebih waspada terhadap peredaran dan bentuk uang palsu. Pasalnya, uang palsu yang beredar saat ini kian sulit dibedakan dengan yang asli. Di sisi lain, otoritas moneter dan polisi merencanakan sanksi pidana terhadap pelanggar kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi dalam negeri berlaku mulai awal tahun depan.

Untuk saat ini, BI dan Polri masih menyosialisasikan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif