Umum
Senin, 16 November 2015 - 11:00 WIB

SOLO KOTA KREATIF : Pengamat: Solo Tak Butuh Branding Muluk-Muluk, Cukup Ruang Nyaman

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Model Red Batik menyapa para pemudik yang melewati Jl Slamet Riyadi, Gladak, Solo, Jumat (5/8/2013). Aksi tersebut untuk mempromosikan Solo sebagai kota kreatif. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solo Kota Kreatif terus digaungkan di kalangan masyarakat.

Solopos.com, SOLO — Sejumlah kalangan mencermati pemberian gelar Kota Kreatif bagi Solo selama ini baru direspons sebatas perayaan.

Advertisement

Mereka menanti langkah riil pengembangan cetak biru ekonomi kreatif Kota Bengawan.

Pegiat Forum Kebudayaan Pinilih, Albertus Rusputranto Ponco Anggoro, mengatakan Kota Solo tidak membutuhkan branding “Kota Kreatif” di belakang embel-embel namanya.

Advertisement

Pegiat Forum Kebudayaan Pinilih, Albertus Rusputranto Ponco Anggoro, mengatakan Kota Solo tidak membutuhkan branding “Kota Kreatif” di belakang embel-embel namanya.

“Branding semacam itu hanya untuk yang sedang gelisah mencari identitas. Banyak yang sering ahistoris. Kota ini sejak dulu sudah menjadi salah satu pusat kebudayaan. Persoalan identitas menurut saya tidak perlu koar-koar,” katanya saat ditemui di Kampus ISI Mojosongo, Sabtu (14/11/2015).

Lebih lanjut sosok yang akrab disapa Titus ini mengritisi langkah riil pemerintah untuk menumbuhkan iklim kreatif di Solo. Ia juga tak sependapat jika ke depan warga Solo nantinya hanya digunakan sebagai pemasok sumber daya kreatif.

Advertisement

Pengajar Seni Rupa Murni ISI Solo ini mengatakan pemerintah semestinya jeli mengambil porsi untuk mendorong perkembangan ekonomi kreatif di Kota Bengawan.

Menurutnya, salah satu langkah yang paling logis dengan membangun ruang hidup yang nyaman bagi warganya.

“Iklim kreatif itu otomatis lahir dari rasa nyaman untuk hidup dan berpenghidupan. Sebagai pengelola publik, pemerintah tidak perlu muluk-muluk membuat branding. Cukup sediakan ruang yang nyaman dan memerhatikan wilayahnya. Percuma misalnya banyak acara kesenian besar-besaran tapi ternyata angka kemiskinan naik,” beber dia.

Advertisement

Secara terpisah, budayawan Bambang Irawan, menilai pengembangan industri kreatif di Solo tidak boleh mengabaikan pusat kebudayaan yang ada. Ia juga mendesak pemerintah menyiapkan payung hukum sebelum melangkah membuat pengembangan.

“Solo itu punya dua keraton. Harusnya juga dijadikan pertimbangan pengembangan ekonomi kreatif. Selain itu landasan hukumnya seperti apa. Kalau pengembangan kota pusaka sudah jelas ada dasarnya. Ini harus disiapkan dulu,” katanya.

Bambang sepakat menjadikan ekonomi kreatif ke depan sebagai salah satu tulang punggung perekonomian Kota Bengawan.

Advertisement

“Di sini sumber dayanya terbatas. Tidak punya daya tarik. Tidak punya lahan pertanian. Magnetnya cuma budaya, sejarah, dan kesenian. Sekarang ini tantangannya bagaimana membuat kreativitas baru yang menarik orang selain budaya, sejarah, dan kesenian,” jelasnya.

Akademisi UNS Solo ini menyarankan arah pengembangan ekonomi kreatif ke depan jangan sampai membuat pelaku industri kreatif kota ini menjadi komoditas nasional.

“Solo selama ini kesannya jadi cuma menyediakan bahan baku. Yang memanfaatkan orang pusat. Barang dari sana dijual di sini pasti laku. Lain ceritanya yang membuat orang sini. Yang menonton biasa saja responsnya. Sudah saatnya konsumen lokal dididik,” ungkap dia.

Advertisement
Kata Kunci : Solo Kota Kreatif
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif