Jogja
Minggu, 15 November 2015 - 19:20 WIB

PETILASAN KALI PROGO : Napak Tilas Bendungan Ancol di Banjaroyo

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kirab budaya dalam rangkaian acara Nandur Banyu Panguripan, Ngrabuk Pasedhuluran yang digelar di Bendungan Ancol, Desa Banjaroyo, Kalibawang, Jumat (13/11/2015). (Harian Jogja/Holy Kartika N.S)

Petilasan Kali Progo berupa bendungan di Banjaroya Kalibawang Kulonprogo diulik kembali

Harianjogja.com, KULONPROGO- Air bukanlah tempat untuk bersuka ria semata. Bagi Pangeran Mangkubumi, air merupakan tempat bertapa bagi masyarakat Jogja yang notabenenya adalah masyarakat agraris.

Advertisement

Nandur Banyu Panguripan, Ngrabuk Pasedhuluran atau Menanam Air Penghidupan, Memupuk Persaudaraan mencoba mengulik kembali pengairan sebagai aspek penting  dalam pembangunan Jogja.

Diawali kirab, perayaan ini mencoba menapaki lagi jejak-jejak Sultan Hamengku Buwono IX dengan idealismenya membangun sistem pengairan yang hingga kini masih menjadi sistem vital dalam menghijaukan tanah agraris dari Kulonprogo ke seluruh wilayah Jogja.

Acara napak tilas ini, mencoba meleburkan budaya dengan upaya pelestarian lingkungan yang dipusatkan di Bendungan Ancol, Desa Banjaroyo, Kalibawang, Jumat (13/11/2015).

Advertisement

“Acara ini merupakan perpaduan aktifitas budaya dan pelestarian lingkungan. Harapannya, masyarakat juga bisa mengetahui bahwa aspek ekologi itu juga penting dalam suatu kebudayaan,” ujar Humas Napak Tilas Petilasan di Kulonprogo Nandur Banyu Panguripan, Ngrabuk Paseduluran Leo Budi Setiawan.

Gagasan Sultan HB IX lahir di tengah kekejaman romusha yang digalakkan Jepang guna mengeksploitasi sumber-sumber daya alam Indonesia. Gagasan untuk membangun sistem pengairan yang kini dikenal dengan Selokan Mataram, adalah salah satu upaya menghindarkan kekejaman romusha dari masyarakat Jogja di masa itu. Saluran air itu menghubungkan Sungai Progo di barat dan Sungai Opak di bagian timur Jogja.

Acara yang digelar oleh Dinas Kebudayaan DIY bersama Pussaka Institut itu juga menampilkan berbagai kesenian yang berkembang di tengah masyarakat Kulonprogo. Budaya ditampilkan sebagai perwujudan tradisi yang lahir di tengah masyarakat sejak zaman nenek moyang. Namun, budaya juga berkembang berdampingan dengan alam dan lingkungan yang ada.

Advertisement

Rangkaian napak tilas itu, menyuguhkan atraksi seni budaya seperti Gejog Lesung, Pentas Kesenian Strek Musum Tanjung, Pentas Wayang Wong hingga pentas Jathilan. Disamping itu, kegiatan lain juga ditampilkan sebagai pengetahuan pentingnya pelestarian lingkungan dan aset-aset ekologis kepada publik atau masyarakat.

“Melalui acara ini kami ingin memberikan pengetahuan kepada publik, bahwa perspektif kebudayaan dapat digunakan untuk mencapai kesejahteraan. Caranya dengan meleburkan aktifitas budaya dengan pelestarian lingkungan. Sehingga, acara ini tidak sekedar menjadi tontonan tetapi juga tuntunan bagi masyarakat,” jelas Leo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif