News
Jumat, 13 November 2015 - 21:30 WIB

SENGKETA LAUT CHINA SELATAN : Natuna Diklaim Tiongkok, Seriuskah Indonesia Bawa ke Arbitrase Internasional?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Peta Kepulauan Natuna (jakartagreater.com)

Sengketa Laut China Selatan kini berpotensi melibatkan Indonesia setelah Kepulauan Natuna diklaim masuk peta Tiongkok.

Solopos.com, JAKARTA — Hubungan Indonesia-Tiongkok memanas. Saat klaim sepihak Tiongkok atas Kepulauan Natuna itu menjadi isu hangat, TNI AU masih menyiagakan kekuatan yang setiap saat siap diperintah untuk mengambil tindakan.

Advertisement

Indonesia telah meminta Tiongkok mengklarifikasi klaim mereka di Laut China Selatan itu, namun belum mendapatkan respons. Hal itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Kamis (12/11/2015), atau sehari setelah Indonesia menyatakan bisa membawa Beijing ke pengadilan internasional atas klaim itu.

Tiongkok mengklaim hampir seluruh kawasan Laut China Selatan yang kaya sumber migas itu. Seluruh kawasan ini dimasukkan dalam peta negara itu dengan sembilan garis putus-putus yang ditarik ke jantung Asia Tenggara. Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei juga memiliki klaim atas perairan itu.

Klaim Tiongkok atas Kepulauan Natuna sudah ramai sejak tahun lalu. Pemerintah Indonesia mulai bereaksi keras atas klaim ini. Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Indonesia bisa membawa Tiongkok ke pengadilan internasional jika dialog kedua negara gagal.

Advertisement

“Posisi Indonesia jelas dalam hal ini, kami tidak mengakui sembilan garis tersebut karena tidak sejalan dengan hukum internasional,” kata Juru Bicara Menteri Luar Negeri Armanatha Nasir seperti dikutip Reuters, Kamis. “Kami meminta klarifikasi apa maksud garis itu. Semua itu belum diklarifikasi.”

Sementara itu, sehari kemudian, Tiongkok mengatakan tidak membantah klaim Indonesia atas Natuna. Jubir Menlu Tiongkok, Hong Lei, mengatakan Tiongkok tidak menentang kedaulatan Indonesia atas Natuna. Namun mereka hanya menyebutnya sebagai “perselisihan maritim” dan tak jelas apa maksudnya.

“Kami konsisten bahwa Tiongkok dan Indonesia harus menemukan resolusi yang pas dalam negosiasi dan konsultasi langsung, dengan menghormati hukum internasional dan berdasarkan fakta historis,” kata Hong seperti dikutip Solopos.com dari Reuters.

Advertisement

Sebelumnya, Filipina telah mengadukan Tiongkok ke Pengadilan Arbitrase di Den Haag, namun ditolak negara tirai bambu itu. Tiongkok bersikeras hal itu harus diselesaikan secara bilateral. Yang kini menjadi pertanyaan adalah seberapa serius Indonesia ingin membawa kasus ini ke mahkamah internasional.

Sebuah artikel di Thediplomat.com mengomentari pernyataan Luhut Panjaitan sebagai sinyal frustasi atas sikap Tiongkok yang terkesan tak jelas soal batas klaim mereka di Natuna itu. Bahkan, Indonesia bisa jadi tidak akan mengikuti jejak Filipina dalam kasus serupa.

“Sepertinya komentar [Luhut] Panjaitan adalah sinyal frustasi atas sikap ambigu China, ketimbang sebagai keinginan Indonesia untuk membawa isu ini ke ranah hukum,” tulis artikel yang ditulis Shannon Tiezzi, Jumat (13/11/2015) tersebut.

Di luar kasus ini, Indonesia-Tiongkok memiliki kedekatan dalam sektor bisnis akhir-akhir ini. Belakangan, proposal investasi dari Tiongkok terpilih untuk menangani proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang sempat menjadi persaingan ketat Tiongkok-Jepang. Namun di lain pihak, Presiden Jokowi menyatakan sinyal Indonesia hendak bergabung dengan Trans Pacific Partnership (TPP), grup perdagangan yang diprakarsai AS salah satunya untuk mengimbangi ekspansi ekonomi Tiongkok.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif