News
Kamis, 12 November 2015 - 06:30 WIB

KURS RUPIAH : Rupiah Lebih Kebal Terhadap Tekanan Ekonomi AS dan Tiongkok

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Bisnis)

Kurs rupiah diprediksi lebih tahan terhadap tekanan ekonomi AS dan perlambatan di Tiongkok.

Solopos.com, JAKARTA — Perbaikan kondisi ekonomi Amerika Serikat yang dibarengi oleh melemahnya petumbuhan ekonomi di China-Tiongkok rupanya tak terlalu memberikan tekanan yang berarti kepada rupiah.

Advertisement

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo meyakini dalam beberapa waktu mendatang, kurs rupiah akan cenderung menunjukan tren mendatar. Hal ini menurutnya terjadi seiring perkiraan terhadap kondisi AS dan China, yang akan berlangsung cukup lama.

“Dalam hal ini kondisi mata uang negara berkembang termasuk Indonesia tidak akan terlalu tertekan. Sebab, selain sentimen dari China dan Amerika Serikat. Kebijakan dari Eropa juga turut mempengaruhi,” katanya, Rabu (11/11/2015).

Agus mengatakan perpanjangan masa pemberian stimulus fiskal dan moneter oleh Uni Eropa terhadap negara anggotanya menjadi salah satu penopang negara berkembang menghadapi tekanan kondisi AS dan China-Tiongkok terkini. Dia menyebutkan apabila Uni Eropa tak melanjutkan pemberian stimulusnya di tengah pemulihan kondisi ekonomi negara-negara Eropa yang melambat, maka Indonesia akan cukup terdampak kondisi AS dan China-Tiongkok.

Advertisement

“Dengan kondisi ekonomi AS yang membaik, seharusnya kita mengalami risk off. Biasanya kalau risk off, nilai tukar negara berkembang tertekan. Tapi karena ada stimulus dari Eropa, membuat kurs kita set off, jadi seakan normal saja,” katanya.

Seperti diketahui, laporan statistik Oktober yang dirilis AS pekan lalu menunjukkan penambahan lapangan pekerjaan baru sebesar 271.000 posisi, sekaligus menjadi laju perekrutan bulanan terkuat sepanjang tahun, dan penurunan pengangguran menjadi 5% dari 5,1% pada September.

Di sisi lain, dengan naiknya konsumsi nasional, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) meyakini laju inflasi akan berada di bawah target yang ditetapkan sebelumnya. Perbaikan ekonomi ini pun diperkirakan akan terus melaju seidaknya hingga akhir tahun.

Advertisement

Sementara itu, untuk China, pelemahan tampak dari indeks data perdagangan Oktober yang baru saja dirilisnya. Badan Administrasi dan Bea di China, pada 8 November 2015 merilis ekspor pada Oktober turun 6,9% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, impor China anjlok 18,8%. Hal tersebut mengakibatkan China mengalami surplus perdagangan US$61,6 miliar.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif