News
Kamis, 12 November 2015 - 20:00 WIB

GERAKAN 30 SEPTEMBER : Mencaci Pengadilan Tragedi 1965, Pejabat Indonesia Dinilai Berlebihan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Antara)

Gerakan 30 September dan tragedi kemanusiaan berikutnya mendorong digelarnya International People’s Tribunal (ITP) atau pengadilan tragedi 1965.

Solopos.com, JAKARTA — Setara Institute menganggap International People’s Tribunal (ITP) merupakan teater peradilan yang ditujukan untuk mengungkap kebenaran peristiwa 1965 (termasuk gerakan 30 September) dan rangkaian kekerasan yang mengikutinya.

Advertisement

Ketua Setara Institute, Hendardi, mengatakan sebagai bentuk moot court (peradilan semu), maka produk pengadilan ini tidaklah mengikat secara hukum. “Tetapi ITP bisa mengungkap kebenaran persitiwa dari perspektif warga,” katanya dalam keterangan persnya, Kamis (12/11/2015).

Menurutnya, ITP merupakan kerja politik yang ditujukan untuk menggugah pemerintah Indonesia yang sampai saat ini belum juga melakukan pengungkapan kebenaran peristiwa pelanggaran HAM. Pemerintah juga belum melakukan pemulihan terhadap jutaan warga negara yang menjadi korban.

Reaksi berlebihan dari para pejabat negara Indonesia atas ITP, jelasnya, merupakan indikator keberhasilan dari ITP. Selanjutnya pemerintah dapat bergegas menyusun langkah nyata melakukan pengungkapan kebenaran dan pemulihan. Skema rekonsiliasi yang sudah dirancang Menkopolhukam, Jaksa Agung, dan lain-lain, tuturnya, bukan merupakan cara menyelesaikan kasus masa lalu, karena tidak ada proses pengungkapan kebenaran.

Advertisement

Jadi, daripada mencaci-maki para pegiat HAM dengan jargon antinasionalis, kata Hendardi, sebaiknya pemerintah menunjukkan komitmennya dengan mengungkap kebenaran dan pemulihan HAM sesuai mandat Konstitusi RI serta skema UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif