Jogja
Kamis, 12 November 2015 - 16:20 WIB

DESA BUDAYA : Gelar Potensi Desa Budaya Dimeriahkan Lomba Khas Desa

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kirab budaya mengawali pembukaan Festival Equatorr #3, Festival Tanah “Lemahku Kekuatanku” di Bulak Dobangsan, Desa Giripeni, Wates, Jumat (30/10/2015). (JIBI/Harian Jogja/Holy Kartika N.S.)

Desa budaya di DIY mengikti pameran di JEC bertajuk Gelar Potensi Desa Budaya Yogyakarta 2015.

Harianjogja.com, JOGJA- Sebanyak 43 desa dari seluruh wilayah DIY melombakan kekhasan desanya dalam Gelar Potensi Desa Budaya Yogyakarta 2015.

Advertisement

Acara yang merupakan puncak dari program desa binaan dari Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY ini resmi dibuka pada Rabu (11/11/2015) oleh Umar Priyono selaku kepala Disbud DIY. Acara yang ini berlangsung di area parkir barat Jogja Expo Center (JEC), Bantul, Jogja pada 11-13 November 2015 mendatang.

“Tadi sudah resmi dibuka dengan kentongan oleh Pak Umar dan berlanjut dengan mengelilingi stand yang ada bersama tamu undangan,” ujar Citra Rani Angga, ketua panitia penyelenggara acara.

Advertisement

“Tadi sudah resmi dibuka dengan kentongan oleh Pak Umar dan berlanjut dengan mengelilingi stand yang ada bersama tamu undangan,” ujar Citra Rani Angga, ketua panitia penyelenggara acara.

Tak hanya pameran, acara ini juga melombakan karya tiap- tiap desa meliputi kuliner, atraksi, dan kerajinan yang disajikan. Adapun karya-karya tersebut akan dinilai oleh 6 orang juri yang berasal dari kalangan praktisi, birokrasi, dan akademisi.

Joko Kuntoro, salah satu juri perwakilan dari Association of Indonesia Tour and Travel Agency (Asita) Jogja, menyatakan bahwa aspek utama yang akan dinilai adalah bagaimana desa-desa tersebut akan mengeksplorasi kekayaan yang dimiliki.

Advertisement

Ia juga memuji penampilan atraksi tiap-tiap desa yang karya warna serta hasil olahan pangan yang begitu beragam. “Ada desa yang menjual dawet sambel, tiwul organik, dan macam-macam olahan singkong, menarik semua,” ujar Joko.

Dari segi kerajinan, aspek yang akan dinilai antara lain kreatifitas, keunikan, bahan baku, dan nilai jual. Sedangkan untuk atraksinya meliputi kreatifitas, tema, penampilan, dan tradisi yang diusung. Selain kreatifitas dan penyajian, penilaian kuliner juga menambahkan aspek gizi, bahan baku, dan rasa.

“Seluruh desa diberi modal Rp20 juta untuk membangun stand dan mengolah produknya, selain dilombakan juga dijual kepada para pengunjung dan keuntungannya untuk tiap desa,” ungkap Citra yang juga merupakan salah satu tim juri.

Advertisement

Seluruh penilaian atas kuliner, atraksi, dan kerajinan tersebut kemudian akan digabung untuk menentukan desa pemenang yang akan diumumkan pada malam penutupan acara yang baru pertama kali digelar ini.

Seluruh peserta merupakan desa yang tersebar di kabupaten dan kota di DIY. Beragam hasil kerajinan, kuliner, atraksi hasil kreatifitas warga desa ditampilkan dalam pameran ini. Salah satu yang menarik merupakan kerajinan wayang sada yang terbuat dari lidi kelapa asal Gunungkidul, kuliner dawet sambel dari Kulonprogo, dan jamu darah tinggi dari Bantul.

Beberapa dari hasil desa tersebut bahkan sudah dijual hingga ke mancanegara. “Belum saya jual di toko-toko, tapi pernah kirim ke Amerika, “ ujar Marsono, kreator wayang sada dari Gunungkidul.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif