Kolom
Selasa, 10 November 2015 - 18:15 WIB

TENTANG ISLAM : Menghajikan Orang yang Sudah Meninggal, Bolehkah?

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tenda Jemaah Haji di Arafah, Arab Saudi. (JIBI/Antara)

Tentang Islam diasuh oleh H. Muhammad Amir, S.H., C.N., Ketua Majelis Pembina Yayasan Pendidikan Islam Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo. Tentang Islam juga dimuat di subrubrik Ustaz Menjawab Khazanah Keluarga Harian Umum Solopos, setiap Jumat.

Solopos.com, SOLO — Haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan bagi umat yang mampu. Namun, di Jakarta, ada seorang anak yang ingin menghajikan mendiang orang tuanya.

Advertisement

Apakah hal tersebut diperbolehkan? Simak jawabannya di ulasan kali ini, sebagaimana pernah dimuat di Harian Umum Solopos, Jumat (30/8/2013).

Pertanyaan

Advertisement

Pertanyaan

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Pak ustaz, bapak kandung saya meninggal dunia tetapi belum melakukan ibadah haji. Karena pada waktu itu memang belum mampu membayar ONH-nya. Pada waktu bapak meninggal dunia, saya masih kuliah di Fakultas Tehnik Sipil UGM Yogyakarta.

Sekarang saya sudah berkeluarga, punya istri, punya dua orang anak. Sekarang saya sudah bekerja di BUMN di Jakarta dan sudah melakukan ibadah haji pada tahun 2006.

Advertisement

Pertanyaan saya Pak Ustaz

– Bagaimana hukumnya menghajikan orang yang sudah meninggal? Kalau boleh adakah syarat-syarat yang harus dipenuhi?

– Kalau tidak boleh apa sebabnya?

Advertisement

Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. [Ir. H. Widarto, Jakarta]

Ustaz Menjawab

Wa’alaikumsalam warahmatullaahi wabarakaatuh.
Bapak Ir. H. Widarto yang dirahmati Allah. Ibadah haji adalah merupakan rukun Islam yang kelima, yang wajib dilakukan oleh setiap orang Islam yang sudah mampu syarat-syaratnya.

Advertisement

Namun untuk menghajikan orang yang sudah meninggal dunia ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang berpendapat boleh (mubah), ada yang mengatakan tidak diperbolehkan. Mazhab Imam Syafii, berpendapat bahwa menghajikan orang yang telah meninggal hukumnya mubah alias boleh.

Dasar hukumnya adalah sebuah H.R. Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seorang perempuan bernama Juhainah datang menghadap Nabi seraya berkata: “Sesungguhnya Ibu saya bernazar untuk melaksanakan ibadah haji. Kemudian ia meninggal dunia. Apakah saya boleh menghajikannya?” Lalu Nabi menjawab: “Ya. Laksanakan haji untuknya!”

Tetapi ada syaratnya yaitu Anda harus sudah haji untuk dirimu sendiri. Sebab orang yang belum ibadah haji untuk dirinya tidak boleh melakukan haji untuk orang lain.

Sedang menurut pendapat Mazhab Imam Maliki, menghajikan orang lain hukumnya tidak boleh. Dasar hukumnya adalah Hadis Nabi yang mengatakan bahwa apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah semua amalnya, kecuali tiga hal yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat untuk orang banyak, anak yang saleh yang mendoakan kedua orang tuanya. (H.R. Muslim).

Perlu Bapak ketahui bahwa di hadapan mahkamah akherat kelak, setiap manusia bertanggung jawab terhadap amalnya sendiri-sendiri dan tidak bisa menanggung dosa orang lain.

Sebab bila ada keluarga meninggal, maka kewajiban ahli waris adalah memandikan, mengkafani, mensalatkan dan mengantar ke kubur. Melaksanakan wasiat-wasiatnya, membagi harta warisannya, melunasi semua hutang-hutangnya bila ada.

Ustaz menghimbau agar sisa umur untuk meningkatkan ilmu agama, iman dan takwa, serta amal saleh. Banyak wirid, zikir, istighfar dan bertobat, agar kita sewaktu-waktu mati dalam keadaan beragama Islam dan khusnul khotimah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif