News
Selasa, 10 November 2015 - 21:50 WIB

GUSTI NURUL MANGKUNEGARAN WAFAT : Antipoligami Tolak Cinta 4 Tokoh Besar Indonesia, Begini Puisi Gusti Nurul

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gusti Nurul Mangkunegaran semasa hidupnya (Twitter)

Gusti Nurul Mangkunegaran wafat, Selasa (10/11/2015) pagi di Bandung.

Solopos.com, SOLO — Gusti Nurul, wanita usia 94 tahun pemilik nama lengkap GRAy Siti Nurul Kamaril Ngarasati Kusumawardhani, putri Mangkunegaran, meninggal dunia Selasa (10/11/2015) di RS St Carolus Bandung. Putri tunggal dari KGPA Ario Mangkunegoro VII-GKR Timur Mursudariyah (putri Sultan Jogja Hamengku Buwono VII) semasa hidupnya dikenal putri tercantik.

Advertisement

Gusti Nurul Mangkunegaran semasa hidupnya (Twitter)

Oleh Ratu Belanda Ratu Wilhemina, putri kelahiran 17 September 1921 ini dijuluki De Bloem Van Mangkunegaran. Julukan ini didasarkan karena kecantikan, kecerdasan dan sikap tegasnya. Kecantikannya itu pula yang membuat para pemuda di masa itu tergila-gila. Setiap sore para pemuda di Pamedan Mangkunegaran selalu menunggu menantikan kedatangan Nurul yang berkuda.

Advertisement

Oleh Ratu Belanda Ratu Wilhemina, putri kelahiran 17 September 1921 ini dijuluki De Bloem Van Mangkunegaran. Julukan ini didasarkan karena kecantikan, kecerdasan dan sikap tegasnya. Kecantikannya itu pula yang membuat para pemuda di masa itu tergila-gila. Setiap sore para pemuda di Pamedan Mangkunegaran selalu menunggu menantikan kedatangan Nurul yang berkuda.

Kencatikan dan kecerdasan Gusti Nurul itu pula yang empat tokoh besar Indonesia jatuh hati. Ir Soekarno, Sutan Syahrir, Sultan Hamengku Buwono (HB) IX dan Pangeran Djati Kusumo yang saat itu menjadi KSAD pertama Indonesia yang tak lain putra Raja Solo PB X, jatuh hati kepada Gusti Nurul.

Keempatnya telah menikah. Sikap tegas Gusti Nurul yang menolak poligami itulah yang membuatnya tak memilih keempat tokoh bangsa Indonesia. Hingga dia baru menikah pada 24 Maret 1951, saat usianya 30 tahun. Usia yang di era itu tergolong “tua” bagi remaja putri menjalani pernikahan.

Advertisement

Informasi yang dihimpun Solopos.com, dalam sebuah wawancara dengan media Tempo pada 2010, Gusti Nurul yang ditemui di Bandung mengisahkan hubungannya dengan Sutan Sjahrir. Gusti Nurul mengisahkan hubungan mereka lebih banyak melalui surat. Sjahrir tidak pernah menemuinya di Istana Mangkunegaran.

Pertemuannya dengan Sjahrir di Perjanjian Linggarjati tahun 1946. Saat itu dia datang bersama Mangkunegoro VIII berserta istrinya, dan ibu Gusti Nurul. ‘Kami menginap di rumah perundingan Belanda-Indonesia,” kata dia.

Selanjutnya mereka bertemu ketika Mangkunegaran diundang ke Jakarta. Menurut sekretaris Sutan Sjahrir, Siti Zoebaedah Osman, setiap rapat kabinet yang digelar di Yogyakarta, Sjahrir selalu mengutusnya mengantar kado yang diselipi surat untuk diberikan kepada Gusti Nurul. Sjahrir diketahui pernah melamar Nurul, namun ditolaknya. Karena Nurul menolak poligami. Saat itu Sjahrir telah menikah dengan wanita Belanda Maria Duchateau.

Advertisement

Demikian halnya dengan Ir Soekarno yang saat itu telah menikah dengan Fatmawati. Kekaguman Soekarno diwujudkan dalam sebuah lukisan karya Basuki Abdullah. Ketika revolusi usai,  Gusti Nurul diundang ke Istana Cipanas, Bogor. Saat itu pula Basuki Abdullah yang diminta Soekarno melukis kecantikan Gusti Nurul. Lukisan itu kemudian dipasang di ruang kerja Soekarno.

Sultan Hamengku Buwono (HB) IX yang jatuh hati dengan Gusti Nurul juga ditolak putri Solo ini. Kabarnya sikap Sultan HB IX yang tak memiliki permasuri, karena Sultan HB sebenarnya menginginkan Nurul menjadi permasurinya. Istri-istri Sultan HB tidak diangkat sebagai permasuri. Sultan HB X merupakan anak dari selir kedua.

Kebesaran nama tokoh-tokoh tersebut tak membuat Nurul jatuh hati. Dia memegang prinsip menolak poligami. Lingkungan istana saat itu menjadikan poligami menjadi hal biasa. Ayahnya yang punya banyak isteri membentuk sikap antipoligaminya.

Advertisement

Nurul memutuskan menikah pada usia 30 tahun dengan pria yang bisa memberinya kepercayaan dan cinta. Hingga akhir hidupnya dia tinggal bersama suaminya di Bandung jauh dari kesan mewah. Gusti Nurul memegang teguh prinsipnya. Bahwa cinta berlandaskan kepercayaan. Seperti puisi yang ia tuliskan.

Kupu tanpa sayap
Tak ada di dunia ini
Mawar tanpa duri
arang ada atau boleh dikata tidak ada
Persahabatan tanpa cacat
Juga jarang terjadi
Tetapi cinta tanpa kepercayaan
Adalah suatu bualan terbesar di dunia ini (Gusti Nurul, Solo)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif