News
Senin, 9 November 2015 - 19:30 WIB

KASUS PELINDO II : RJ Lino: Mobile Crane Sudah Hasilkan Pendapatan Rp3,7 miliar

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Harbour mobile crane (HMC) milik Pelindo II disegel penyidik Bareskrim Polri, Jumat (28/8/2015) siang. (Ahmad Mabrori/JIBI/Bisnis)

Kasus Pelindo II, yaitu soal pengadaan mobile crane, disebut-sebut merugikan negara. RJ Lino membantahnya.

Solopos.com, JAKARTA — Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino menjawab tudingan bahwa pengadaan 10 mobile crane pelabuhan tidak sesuai rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan menurutnya crane itu sudah menghasilkan pemasukan.

Advertisement

RJ Lino menegaskan pengadaan mobile crane sudah diaudit BPK pada 2014. Sesuai hasil Auditama Keuangan Negara VII No. 10/Auditama VII/PDTT/02/2015, BPK merekomendasikan agar Pelindo mengenakan sanksi maksimum 5% kepada kontraktor atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan.

Rekomendasi itu sudah dilaksanakan Pelindo yang bisa dibuktikan melalui surat ke BPK tertanggal 6 April 2015 mengenai tindak lanjut atas temuan BPK. Lino mengatakan sebelumnya pihaknya mengenakan denda 4% kepada kontraktor atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan.

Menurut BPK, seharusnya dikenakan denda maksimum 5% agar tidak terjadi kekurangan penerimaan yang bisa dianggap sebagai kerugian keuangan negara. Rekomendasi itu, kata RJ Lindo, sudah dijalankan dengan memberikan denda tambahan sebesar satu persen atau Rp456,5 juta kepada kontraktor.

Advertisement

Selanjutnya mengenai penempatan mobil crane yang tidak sesuai rencana investasi sebagaimana ditanyakan BPK dalam auditnya. Hal tersebut disebabkan adanya perubahan kebutuhan sejalan dengan perkembangan bisnis perusahaan.

Semula, pengadaan 10 mobil crane memang direncanakan untuk cabang Banten, Panjang, Palembang, Jambi, Teluk Bayur, Pontianak, Cirebon dan Bengkulu. Dalam perkembangan selanjutnya, ujar RJ Lino, dewan direksi sepakat merelokasi alat tersebut dengan pertimbangan lebih dibutuhkan di Tanjung Priok yang sedang menata pola layanan di tiap terminalnya.

“Jadi, masalah audit BPK ini sebenarnya sudah clear. Hasil audit tidak menyatakan adanya kerugian keuangan negara. BPK hanya merekomendasikan agar dikenakan denda tambahan kepada kontraktor yang mana hal itu sudah kami tindak lanjuti dan jalankan.”

Advertisement

Dia menambahkan, sebelum disita polisi, 10 unit mobile crane tersebut juga sudah beroperasi. Berdasarkan catatan log book dan nota jasa layanan, peralatan tersebut menghasilkan pendapatan Rp3,7 miliar selama periode April 2014-Juli 2015.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif