News
Minggu, 8 November 2015 - 14:22 WIB

KAMPUS JOGJA : Tragedi 1965 Terekam dalam Dua Buku

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana bedah buku berjudul “Sastra dan Politik” serta “Ballada Arakian” di Auditorium Pusat Kajian Bahasa, Sastra dan Budaya Indonesia USD, Jumat (6/11/2015). (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Kampus Jogja, USD meluncurkan buku baru.

Harianjogja.com, SLEMAN – Tragedi Gerakan 30 september 1965 membuat dosen Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma (USD), Yoseph Yapi Taum fokus meneliti peristiwa pembantaian jutaan orang. Ketertarikannya ini dibukukannya. Dia menulis dua buku bersamaan untuk menggambarkan peristiwa berdarah itu. Dua buku itu berjudul “Sastra dan Politik” serta “Ballada Arakian”.

Advertisement

“Tragedi 1965 memang selalu mengusik saya. Saya berbeda pikiran dengan partai komunis, namun saya sesalkan jutaan nyawa melayang tanpa ada proses pengadilan. Sementara alim ulama, budayawan dan banyak yang lainnya seakan tidak bisa berbicara waktu itu,” kata Taum saat bedah buku berjudul “Sastra dan Politik” serta “Ballada Arakian” di Auditorium Pusat Kajian Bahasa, Sastra dan Budaya Indonesia, USD, Jumat (6/11/2015).

Taum mengaku sejarah akan berulang, untuk itu tugasnya sebagai akademisi untuk terus mengingatkan lewat penelitiannya. Ingatan yang bergulir ini diharapkan tidak ada lagi kejadian yang serupa.

Taum mengaku dua buku yang diterbitkan bersamaan ini seperti anak kembar. Sebab proses penulisannya bersamaan. Keduanya memang saling melengkapi.

Advertisement

“Buku ‘Sastra dan Politik’ itu adalah disertasi saja dan bicara soal tinjauan akademis. Sedangkan di sela-sela menuliskan disertasi ini saya juga menulis puisi, jadinya buku ‘Ballada Arakian’. Buku pertama memang ingin membuktikan keyakinan saya dan kumpulan puisi ini sebagai olah rasa,” kata Taum.

Pembedah buku, Wiyatmi mengatakan bahwa keseriusan Taum akan tragedi 1965 ini seakan ingin meluruskan sejarah Indonesia. Dia berhasil mencatat, memaknai dan mensyukuri catatan jejak tragedi 1965 tersebut.

“Jika Seno Gumira Ajidarma mengatakan bahwa di kala jurmalisme bungkam sastralah yang bicara. Yoseph Yapi Taum mungkin akan mengatakan bahwa di kala sejarah bengkok, maka sastralah yang meluruskan,” kata Wiyatni.

Advertisement

Wiyatni mengatakan buku “Ballada Araika” yang diterbitkan Lamalera ini ada dua kelompok kisah, yakni bertutur dan membela orang-orang. Rekaman sejarah penulis juga tergambarkan dengan jelas di sini.

“Buku kumpulan puisi ini sebenarnya terdiri dari tiga buku namun temanya menuju pada satu, yakni tragedi 1965. Cukup menarik dan menjadi bahan untuk merefleksikan sejarah Indonesia saat orde baru,” kata Wiyatni.

Advertisement
Kata Kunci : Kampus Jogja USD
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif