Lifestyle
Senin, 2 November 2015 - 04:10 WIB

TIPS TRAVELING : Mari Menjadi Traveler yang Bertanggung Jawab

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Lokasi wisata Air Terjun Parangijo, di Dusun Munggur, Desa Girimulyo, Ngargoyoso, Karanganyar tampak bersih. Pengelola yang juga warga setempat menjaga objek wisata alam tersebut dari tangan-tangan jahil dan menempatkan beberapa fasilitas tong sampah di lokasi. (Mariyana Ricky P.D/JIBI/Solopos)

Tips traveling kali ini mengajak traveler menjadi penjelajah yang bertanggung jawab atas lingkungan.

Solopos.com, SOLO – Berwisata memang hak setiap orang. Namun, menjaga kebersihan objek wisata adalah kewajiban bagi para wisatawan. Beberapa waktu lalu, media sosial tengah dihebohkan dengan aksi tak bertanggungjawab beberapa pendaki gunung. Empat pendaki pria asal Salatiga itu menancapkan bendera komunitas traveler di dekat kamera pemantau Kawah Gunung Merapi.

Advertisement

Akibatnya, bendera tersebut menutupi closed circuit television (CCTV) yang menyebabkan aktivitas pemantauan kawah terganggu. Akun Twitter resmi milik Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) DI Yogyakarta, pada Selasa (27/10/2015), mencuit aksi vandalisme para pendaki tersebut lewat @BPPTKG. “9.27 Tindakan pendaki yang mengganggu pemantauan kawah #Merapi yang memasang kain di stasiun CCTV puncak. Jangan ditiru,” tulis akun tersebut.

Sekitar pukul 15.44, akun BPPTKG melaporkan petugas telah menurunkan bendera yang ternyata milik Komunitas 54 Adventure Salatiga. “Tindakan yang dilakukan Komunitas 54 Adventure Salatiga ini jangan ditiru, karena mengganggu alat pantau,” tulisnya lagi. Cuitan BPPTKG tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari pelaku yang bernama A. Septian. Remaja berumur 20 tahun itu mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada BPTKG.

Advertisement

Sekitar pukul 15.44, akun BPPTKG melaporkan petugas telah menurunkan bendera yang ternyata milik Komunitas 54 Adventure Salatiga. “Tindakan yang dilakukan Komunitas 54 Adventure Salatiga ini jangan ditiru, karena mengganggu alat pantau,” tulisnya lagi. Cuitan BPPTKG tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari pelaku yang bernama A. Septian. Remaja berumur 20 tahun itu mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada BPTKG.

“Semoga kejadian ini menjadi pembelajaran ke depan dan bagi setiap orang yang beraktivitas di Gunung #Merapi untuk ikut berpartisipasi. Menjaga alat pemantauan Gunung Merapi yang digunakan sebagai peringatan dini untuk menyelamatkan manusia,” tulis akun tersebut pada Rabu (28/10/2015). Setelah kejadian tersebut, anggota Komunitas 54 Adventure Salatiga berkunjung ke BPPTKG pada Kamis (29/10/2015) untuk belajar fungsi pemantauan Gunung Merapi.

Menurut Kepala BPPTKG, I Gusti Made Nandaka, aksi vandalisme di Gunung Merapi itu bukanlah kali pertama. Kejadian kali kesekian tersebut terjadi salah satunya akibat banyak pendaki yang tidak paham fungsi dan manfaat dari alat pemantauan untuk peringatan dini.

Advertisement

Niat bersenang-senang malah berakhir mendapat hukuman tentu enggak disangka oleh para pendaki ini. Akibat minimnya pengetahuan dan tidak memperhatikan petunjuk di sekitar, mereka dilarang mendaki Gunung Merapi selama tiga tahun. Waktu yang cukup lama juga, bukan? Aksi serupa juga pernah dilakukan pendaki Indonesia di Gunung Fuji, Jepang pada 2014 lalu? Bedanya, mereka mencoret batu di puncak gunung menggunakan cat berwarna oranye. Padahal, warga negara Jepang menganggap gunung tersebut sebagai tempat suci.

Aksi vandalisme juga jamak dilakukan di tempat-tempat wisata di Indonesia. Wisatawan tak bertanggung jawab itu mencoret-coret tembok, batu, hingga fasilitas umum. Tulisannya beragam, mulai dari tanggal kunjungan dan namanya sendiri. Hingga berkirim salam kepada rekan-rekan mereka. Wisatawan tak bertanggung jawab itu seolah ingin meninggalkan jejak setelah berkunjung ke lokasi wisata. Aksi vandalisme itu kadang diperparah dengan praktik membuang sampah sembarangan.

Kepala Bidang Obyek dan Sarana Wisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Karanganyar, Surono, menilai, ada dua hal yang membuat wisatawan enggan membuang sampah di tempatnya. Alasan pertama lantaran minimnya tempat sampah di lokasi wisata, sedangkan alasan kedua karena minimnya kesadaran membuang sampah di tempatnya.

Advertisement

“Mayoritas karena minimnya kesadaran untuk buang sampah pada tempatnya. Bisa saja saat tak menemukan tempat sampah, sampah tersebut dikantongi terlebih dahulu, dan baru dibuang saat menemukan tempat sampah,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (30/10/2015). Surono mengatakan di setiap objek wisata di Bumi Intanpari telah disediakan puluhan tong sampah. Kendati begitu, para pelancong itu tidak memiliki rasa handarbeni terhadap objek wisata.

“Contohnya, di Wisata Kampung Purba Gondangrejo. Kami sudah memfasilitasi kontainer sampah yang jumlahnya tak sedikit. Tapi, tetap saja pengunjung buang sampah sembarangan,” ujarnya. Oleh karena itu, dibutuhkan keteladanan pelaku jasa wisata untuk selalu menjiwai sapta pesona. Media, sambung Surono, juga dapat menjadi ujung tombak semangat sapta pesona. “Idealnya tempat sampah memadai, tapi kalau kesadaran belum muncul, mereka bakal tetap buang sampah tidak di tempatnya. Contohnya dari yang simple, pengendara mobil yang buang sampah sambil jalan. Itu gambaran mereka belum punya kultur tertb bersih sekaligus tanggung jawab sosial,” kata Surono.

Dikatakan lebih lanjut, guna mengatasi persoalan sampah tersebut, pengelola wisata diharapkan menyediakan fasilitas tempat sampah memadai. Langkah tersebut juga sebaiknya didukung oleh pelaku jasa wisata untuk memberi teladan.

Advertisement

“Media juga harus selalu mengingatkan para pelancong. Sehingga, semua pihak punya tugas masing-masing untuk menjaga objek wisata kita tetap bersih dan nyaman,” tandas dia.

Guna membentuk kultur disiplin buang sampah di tempatnya, sekolah juga berperan mendidik siswa sejak usia dini. Misalnya penyediaan tempat sampah yang dipilah di lingkungan sekolah. Perilaku tersebut dengan sendirinya akan menjadi pola perilaku dan tercipta budaya tertib dan bersih.

Terpisah, salah seorang anggota Komunitas Backpackers Indonesia (BPI) Regional Solo, Mochendra, menilai wisatawan yang kerap buang sampah sembarangan biasanya abai peraturan akibat kurangnya edukasi.

“Kebanyakan orang tahu lokasi wisata sekarang dari sosial media(sosmed). Sementara sosmed sendiri, hanya posting bagian yang indah atau landscape-nya. Tidak disertai imbauan atau pesan jaga kebersihan,” kata dia.

Mochendra menilai membuang sampah di tempatnya adalah kesadaran masing-masing pihak, namun sebaiknya hal tersebut menjadi budaya.

“Kalau alam rusak, yang rugi kita sendiri. Kita enggak bisa menikmati keindahannya lagi. Makanya, hargai dan cintai lingkungan dengan menjaga kebersihan, buang sampah di tempatnya, jangan mencoret-coret atau berulah vandalisme. Taati aturan di lokasi wisata,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif