Soloraya
Kamis, 29 Oktober 2015 - 21:40 WIB

PILKADA BOYOLALI : Paripurna DPRD Jadi Ajang Protes Netralitas PNS

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi jumlah kursi DPRD Kota Solo 2024 (JIBI/dok)

Pilkada Boyolali, legislator memanfaatkan rapat paripurna DPRD untuk memprotes netralitas PNS.

Solopos.com, BOYOLALI–Sidang Paripurna DPRD Boyolali, Kamis (29/10/2015), dengan agenda pendapat akhir fraksi terkait enam rancangan peraturan daerah (ranperda) menjadi ajang penyampaian protes kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali terkait maraknya pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalan Pilkada Boyolali 2015.

Advertisement

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Boyolali, Widodo, merasa perlu menyampaikan masalah ini dalam forum wakil rakyat yang dihadiri pejabat Pemkab agar tidak terus-terusan terjadi pembiaran.

“Yang terjadi selama ini, ada yang melanggar dengan ikut-ikutan berpolitik praktis tapi dari atasannya tidak tegas. Perlu kami sampaikan ini di forum paripurna supaya pejabat pembina PNS yang hadir tadi juga tahu masalah itu,” kata Widodo, saat ditemui Solopos.com, seusai paripurna.

Belum lama ini anggota DPRD menggelar reses. Saat reses mereka mendapat banyak keluhan dan pertanyaan dari masyarakat terkait posisi dan kapasitas PNS serta kepala desa dalam pilkada.  Masyarakat menanyakan kenapa banyak PNS yang ikut mencari massa untuk mendukung salah satu pasangan calon.

Advertisement

“Ya kami jelaskan, sesuai aturan yang ada, PNS dan kades itu harus netral dalam pilkada. Memang mereka punya hak pilih, tetapi kalau bergerak mencarikan suara atau dukungan, itu tidak boleh,” imbuh Widodo.

Dari pantauan Solopos.com saat berlangsungnya sidang, sejumlah fraksi yang menyinggung masalah netralitas PNS dalam rapat paripurna kemarin adalah PKS, Partai Golkar, serta Fraksi Amanat Bangsa dan Demokrat.

Ketua Fraksi PKS, Ali Hufroni, menjelaskan PNS dan kades mulai terkotak-kotak dan melupakan marwahnya sebagai pejabat publik karena terindikasi tidak netral dalam pilkada. “Ini sangat mencederai etika dan aturan serta sumpah jabatan mereka sebagai pelayan publik. Sebagian PNS, kades, dan perangkat desa terseret masuk ke politik praktis bahkan melakukan intimidasi kepada bawahannya,” papar Ali.

Advertisement

Wakil Ketua DPRD Boyolali, Tugiman, tak menampik saat ini mulai terjadi konflik di level bawah antara masyarakat dengan orang-orang yang memegang jabatan di birokrasi. “Masyarakat sudah mulai berani untuk mengingatkan secara langsung bahwa pejabat itu harus netral. Yang jadi persoalan, mereka punya moral apa tidak?” imbuh dia.

Sementara itu, Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Boyolali, Sugiyanto, enggan memberikan komentar banyak seputar temuan pelanggaran netralitas baik oleh PNS setingkat anggota staf hingga camat. “Jangan tanya itu. Takutnya jadi polemik. Tanya saja Asisten I [Asisten Bidang Pemerintahan, Untung Raharjo], semua rekomendasi dari Panwaslu saya disposisikan ke Asisten I,” kata Sugiyanto.

Sugiyanto hanya menyebutkan Pemkab Boyolali akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran netralitas selama ada rekomendasi dari Panwaslu.  “Itu pun nanti kami klarifikasi ulang. Untuk sanksinya sesuai tingkatan pelanggaran, bisa teguran lisan atau teguran tertulis,” imbuh dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif