Soloraya
Jumat, 23 Oktober 2015 - 13:40 WIB

OPERASI ZEBRA CANDI 2015 : Pemkab dan Polres Sragen Masukkan Pendidikan Kewarganegaraan

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sekda Sragen Tatag Prabawanto menandatangani MoU dengan Polres Sragen, Kamis (22/10/2015). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Operasi Zebra Candi 2015, Pemkab dan Polres Sragen menandatangani MoU untuk menekan angka pelanggaran dan kecelakaan oleh siswa.

Solopos.com, SRAGEN–Polres dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen berkomitmen menekan angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas di Bumi Sukowati yang didominasi kalangan pelajar.  Komitmen itu dituangkan dalam naskah kerja sama atau memorandum of understansing (MoU) untuk memasukan pelajaran berlalu lintas dalam mata pelajaran (mapel) pendidikan kewarganegaraan (PKn), Kamis (22/10/2015).

Advertisement

MoU itu ditandatangani Kapolres Sragen AKBP Ari Wibowo dan Sekretaris Daerah (Sekda) Tatag Prabawanto. MoU tersebut juga melibatkan Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Sragen Suwardi dan Kasatlantas Polres Sragen AKP Sukma A. Penandatanganan MoU itu dilaksanakan dalam momentum gelar pasukan Operasi Zebra Candi 2015 di halaman Mapolres Sragen.

“Sosialisasi di sekolah itu merupakan program lama yang dikemas dalam police goes to campus dan police goes to school. Nah, hari ini ada MoU antara Polres dan Pemkab sebagai ikatan untuk pembinaan pelajar. Intinya, kami ingin menyampaikan sosialisasi berlalu lintas itu lewat pendidikan usia dini sampai ke jenjang perguruan tinggi,” kata Kasatlantas AKP Sukma mewakili Kapolres Sragen saat dijumpai wartawan seusai MoU.

Sukma ingin para pelajar memahami etika berlalu lintas dan menataati aturan lalu lintas dengan benar. Dia berharap pemahaman etika dan aturan lalu lintas akan meminimalisasi pelanggaran lalu lintas. Dampak yang dihasilkan, ujar dia, angka kecelakaan lalu lintas berkurang karena pelajar dengan kesadaran masing-masing menjaga keselamatan bersama lewat tertib berlalu lintas.

Advertisement

Sukma menjelaskan MoU itu didasarkan pada fakta pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas di Sragen didominasi para pelajar.
Dia mengungkapkan para pelajar tidak hanya jadi korban tetapi juga jadi pelaku pelanggaran. Dia menilai remaja yang berumur di bawah 17 tahun masih labil dan masih mengedepankan emosional saat berlalu lintas. Atas dasar itu remaja usia di bawah 17 tahun, kata Sukma, tidak boleh memegang surat izin mengemudi (SIM).

“Angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pelajar sekitar 10% pada setiap tahun. Angka kecelakaan paling dominan masih melibatkan buruh, pedagang, karyawan, dan pegawai negeri sipil [PNS]. Kami mengupaya peringatan lisan, tertulis, hingga sanksi yang memberi efek jera kepada pelajar,” ujarnya.

Sekda Tatag Prabawanto mengatakan MoU itu menjadi dasar bagi sekolah untuk menyosialisasikan tertib berlalu lintas lewat pembelajaran mapel PKn. Dia menekankan kepada para pelajar yang belum berumur 17 tahun supaya tidak mengendarai motor.

Advertisement

“Emosi mereka belum stabil dan belum sadar berlalu lintas. Para pelajar banyak yang mengabaikan aturan lalu lintas seperti rambu. Kalau memang pelajar harus dibina atau ditangkap, kami mendukung upaya itu. Kesadaran kolektif berlalu lintas itu mestinya juga hadir dari para orang tua pelajar,” katanya.

Sekda melihat kecenderungan orang tua memberi fasilitas motor dengan harga Rp12 juta-Rp20 juta tetapi orang tua tidak memikirkan dampak keselamatan pelajar.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif