Lifestyle
Kamis, 15 Oktober 2015 - 08:10 WIB

KULINER INDONESIA : Koki Indonesia Temukan Teknologi Pengempukan Daging

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kuliner Indonesia diperkenalkan pada kegiatan Nusa Dua Fiesta 2015. Di acara itu koki Indonesia, Dedie Soekartin memperkenalkan teknologi pengempukan daging.

Solopos.com, NUSA DUA –Seorang koki asal Indonesia, Dedie Soekartin, menemukan teknologi pengempukan daging atau sistem aging. Teknolgi itu ia sampaikan di ajang memasak pada kegiatan Nusa Dua Fiesta 2015.

Advertisement

Dedie Soekartin di Nusa Dua, Bali, Selasa (13/10/2015), menjelaskan teknologi pengempukan daging yang ditemukannya akan memudahkan memasak daging, karena daging tersebut sudah siap diolah menjadi kuliner sesuai dengan kebutuhan.

“Kerja teknologi aging yakni daging sapi, kambing dan daging lainnya dimasukan ke dalam sebuah lemari pendingin dan diatur suhunya sesuai ketentuan maka daging tersebut akan menjadi empuk,” ujar pria kelahiran Bandung 19 September 1948 ini.

Advertisement

“Kerja teknologi aging yakni daging sapi, kambing dan daging lainnya dimasukan ke dalam sebuah lemari pendingin dan diatur suhunya sesuai ketentuan maka daging tersebut akan menjadi empuk,” ujar pria kelahiran Bandung 19 September 1948 ini.

Menurut Dewan Penasihat BPP Indonesian Chef Association (ICA) dan BPD ICA Jawa Barat sebagaimana dilansir Antara, keunggulan sistem aging, selain daging lebih empuk, tekstur daging juga tidak berubah, aroma cita rasa spesial, kualitas impor, bisa dipotong dengan pisau plastik.

“Teknologi sistem aging memiliki cara yang sama, hanya, kita harus tahu bagaimana mengendalikan suhu untuk mengurai enzim dalam daging tersebut,” ujarnya.

Advertisement

Penelitian ini sudah saya lakukan sejak tahun 2000. Untuk suhu yang terbaik berkisar minus lima hingga lima derajat,” kata Asesor Sertifikasi Kompetensi Kafe & Restoran itu.

Dedie Soekartin menyarankan, untuk terus memantau kondisi suhu setiap hari, apakah suhu naik atau turun, maka rentang waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan daging yang empuk berkisar satu pekan hingga tiga pekan.

Menurut pengusaha Restoran Sate Maranggi Purwakarta mengatakan langkah yang dilakukan karena dari pengalaman bahwa daging sapi lokal dianggap tak layak masuk restoran dan hotel.

Advertisement

Alasan itulah, kata dia, yang menyebabkan dirinya semangat dan menantang guna mencari langkah terobosan dengan melakukan penelitian sistem pengempukan tersebut.

“Dari hasil penelitian dan terobosan itu, maka teknologi yang telah digunakan di negeri Jepang sejak sekitar tahun 1974, akhirnya bisa kita terapkan di Indonesia,” kata Dedie Soekartin didampingi Presiden ICA Bali Komang Adi Arsana di stan pameran NDF 2015.sangat sulit menentukan sebuah standar pada suhu.

Dedie Soekartin lebih lanjut mengatakan teknologi sistem aging tersebut sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, namun penerapan teknologinya waktu itu masih tradisional atau sistem memendam.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif