News
Jumat, 9 Oktober 2015 - 21:40 WIB

KESEJAHTERAAN GURU : Tunjangan GTT/GTY Swasta di Solo Tak Jelas

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Kesejahteraan guru, Pemkot Solo terancam mencoret tunjangan GTT/GTY.

Solopos.com, SOLO--Pemkot Solo terancam mencoret tunjangan ribuan guru tidak tetap dan guru tetap yayasan (GTT/GTY) yang bekerja di sekolah swasta.

Advertisement

Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tak kunjung mendapat regulasi yang sahih untuk memayungi pemberian insentif tersebut.

Informasi yang dihimpun Solopos.com, Jumat (9/10/2015), sempat muncul dua opsi pemberian tunjangan GTT/GTY swasta yakni melalui hibah dan bantuan sosial (bansos). Opsi pertama mentah lantaran pemberian hibah tidak bisa berulang setiap tahun.

Sementara ,itu opsi pemberian insentif melalui bansos juga masih menuai perdebatan. Dalam aturan, penerima bansos harus berkategori rawan sosial seperti warga miskin atau warga yang baru saja tertimpa bencana.

Advertisement

“Apakah GTT/GTY ini masuk kriteria rawan sosial jika tunjangannya dicabut? Ini yang masih menjadi perdebatan di TAPD,” ujar Wakil Ketua DPRD Solo, Abdul Ghofar Ismail, saat ditemui wartawan di Gedung DPRD.

Pemberian dana tunjangan bagi GTT/GTY menuai polemik setelah kebijakan tersebut menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2014. Saat itu insentif dimasukkan di belanja langsung padahal di mekanisme anggaran pos tersebut hanya boleh untuk anggaran pegawai negeri sipil (PNS).

Tahun ini Pemkot kembali menganggarkan insentif GTT/GTY senilai Rp6,8 miliar untuk 2.295 GTT/GTY di sekolah negeri maupun swasta. Ghofar menyebut insentif untuk GTT/GTY di sekolah negeri aman karena dimasukkan di belanja langsung atau kegiatan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora).

Advertisement

“Yang masih mengganjal tinggal guru swasta. Terakhir ada usulan verifikasi terkait tingkat kerawanan sosial bagi setiap GTT/GTY swasta. Jadi dimungkinkan tidak semua GTT/GTY swasta meraih tunjangan,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Dari konsultasi TAPD dengan BPK, muncul sejumlah formulasi kerawanan sosial salah satunya guru masih berhonor di bawah upah minimum kota (UMK). Namun Ghofar menyebut poin ini masih menjadi perdebatan.

“Kalau suami/istrinya (guru) kaya bagaimana? Proses verifikasi bisa menjadi sangat multitafsir.”

Ketua Komisi IV DPRD, Hartanti, mengakui problem GTT/GTY swasta sangat dilematis. Di satu sisi pihaknya ingin membantu guru dengan mengegolkan dana tunjangan. Namun di sisi lain ada regulasi yang merintangi pemberian bantuan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif