Soloraya
Selasa, 6 Oktober 2015 - 03:30 WIB

PERTAMBANGAN SRAGEN : Aktivis Lingkungan Adang Kendaraan Berat

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penyegelan pertambangan liar di Kabupaten Madiun, Kamis (12/2/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Fikri Yusuf)

Pertambangan Sragen diprotes aktivis.

Solopos.com, SRAGEN — Susanto, 41, seorang aktivis peduli lingkungan asal Dusun Somomulyo, Musuk, Sambirejo, Sragen, nekat mengadang kendaraan berat berupa mesin penggilingan batu yang ingin memasuki lokasi tambang di desanya.

Advertisement

Aksi nekat itu dilakukan Susanto, Sabtu (3/10/2015) malam, sekitar pukul 23.00 WIB. Saat itu, Susanto yang tinggal di sebuah rumah yang jauh dari tetangga itu dikagetkan dengan mandeknya aliran air ke rumahnya. Setelah diselidiki, ternyata pipa penyalur air itu bocor tepat di permukaan jalan di dekat rumahnya.

“Ternyata pipa itu bocor setelah terlindas kendaraan berat. Saya heran, mengapa kendaraan berat untuk kegiatan tambang itu didatangkan pada malam hari. Saya curiga mereka sengaja datang malam hari supaya tidak diketahui warga,” kata Susanto kepada Solopos.com, Minggu (4/10/2015) malam.

Advertisement

“Ternyata pipa itu bocor setelah terlindas kendaraan berat. Saya heran, mengapa kendaraan berat untuk kegiatan tambang itu didatangkan pada malam hari. Saya curiga mereka sengaja datang malam hari supaya tidak diketahui warga,” kata Susanto kepada Solopos.com, Minggu (4/10/2015) malam.

Mengetahui ada sesuatu yang tidak beres, Susanto mencegah kendaraan berat itu melanjutkan perjalanan. Ulah Susanto itu sontak membuat pengemudi kendaraan tersebut marah. Adu mulut di antara kedua belah pihak tidak terhindarkan.

“Selama tidak ada izin, saya tidak memperkenankan mereka melakukan kegiatan tambang. Tanahnya sudah berupa jurang kok terus digali. Saya tidak takut tragedi di Lumajang akan terjadi di Sragen,” terang Susanto.

Advertisement

Dia tetap mampu menahan kendaraan berat itu melanjutkan perjalanan. “Kendaraan itu baru bisa jalan Minggu pagi sekitar pukul 10.00 saat saya tidak ada di rumah,” paparnya.

Tiga Lokasi Tambang

Terdapat tiga lokasi tambang batu di Desa Musuk, Kecamatan Sambirejo. Mereka sudah beroperasi sejak pertengahan 2012 meski tidak satupun yang mengantongi izin. Sebetulnya, Susanto dan warga lain yang peduli lingkungan tidak tinggal diam. Bersama sesama aktivis peduli lingkungan, Susanto pernah memperjuangkan kampung halaman mereka terbebas dari kegiatan tambang yang merusak alam.

Advertisement

Kendati demikian, Susanto malah kerap mendapat intimidasi dari orang-orang yang pro dengan aktivitas tambang. “Mereka mengancam akan membakar kandang ayam saya. Mereka juga pernah mencoba menggerakkan massa untuk mendemo keberadaan kandang ayam saya,” jelas Susanto.

Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) Sragen, Dwi Sigit Kartanto, mengaku belum mendengar adanya pengadangan kendaraan berat untuk kegiatan produksi tambang di Sambirejo.

Dia mengakui ada pro dan kontra di kalangan masyarakat setempat terkait keberadaan tambang pecah batu di lokasi tersebut. “Yang pro tentu yang dapat keuntungan. Yang kontra tentu yang merasa dirugikan,” kata Dwi.

Advertisement

Dwi menjelaskan sebetulnya sudah ada upaya mediasi antara pengusaha tambang dengan warga sekitar. Hasil mediasi itu menyepakati penghentian kegiatan tambang pecah batu di Sambirejo. Kendati demikian, berdasar informasi yang diterimanya, pengusaha tambang nekat beroperasi hingga sekarang.

“Sebenarnya kami ingin melakukan sesuatu. Tetapi, kewenangan kami terbatas. Penindakan harusnya dilakukan pemerintah provinsi karena izin dikeluarkan di sana. Kami sudah melaporkan situasi terakhir kepada Satpol PP Provinsi Jawa Tengah. Tapi, kami belum mendapat jawaban dari Satpol PP provinsi,” terang Dwi.

Sebelumnya, tujuh pengusaha pemecah batu beroperasi di wilayah Kecamatan Sambirejo dan Masaran Sragen. Para pengusaha pemecah batu itu meresahkan warga sekitar lantaran belum mengantongi izin dari Pemprov Jawa Tengah. Satpol PP sudah memiliki salinan pernyataan sikap dari lima orang pengusaha pemecah batu.

Tiga pengusaha di antaranya berasal dari Dukuh Sunggingan RT 005, Desa Jambeyan dan dua pengusaha lainnya berasal Dukuh Plosorejo RT 005, Desa Sepat, Kecamatan Masaran. Surat pernyataan bermeterai Rp6.000 menyebutkan pengusaha bersedia pindah lokasi pada 20 Agustus lalu, namun hingga sekarang mereka masih beroperasi di lokasi yang sama.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif