Soloraya
Senin, 5 Oktober 2015 - 21:40 WIB

SERAGAM SEKOLAH KLATEN : 10 Kepala SMP Negeri Dipolisikan

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi pabrik printing kain (JIBI/dok)

Seragam sekolah Klaten, sebanyak 10 kepala SMP negeri dilaporkan Formas Pepak ke Polres Klaten.

Solopos.com, KLATEN–Sebanyak 10 kepala sekolah SMP negeri di Klaten dilaporkan Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Klaten (Formas Pepak) ke aparat satreskrim Polres Klaten, Senin (5/10/2015).  Para kepala sekolah itu diduga telah menabrak peraturan dalam pengadaan seragam sekolah tahun ajaran 2015/2016.

Advertisement

Pantauan Solopos.com di Mapolres Klaten, anggota Formas Pepak yang dipimpin Purwanti tiba pukul 08.30 WIB. Mereka disambut Kepala Unit (Kanit) III Satreskrim Polres Klaten, Ipda Sumardi.  Beberapa tokoh yang hadir dalam rombongan Formas Pepak itu, di antaranya Abdul Muslih, Wardiyono, dan Wening Swasono.

Di hadapan Kanit III Polres Klaten, Ipda Sumardi, Purwanti cs mempersoalkan kebijakan pengadaan seragam sekolah yang tidak prosedural di 10 SMP negeri di Kota Bersinar.  Laporan Formas Pepak itu tertuang dalam surat bernomor  06/fmppk/X/2015 tanggal 5 Oktober tentang pengadaan terhadap kepala sekolah SMP negeri.

“Kebijakan yang dibuat masing-masing kepala sekolah itu diduga melanggar UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang pelaksanaannya diatur dalam PP No. 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan. Di Pasal 181 PP tersebut di antaranya disebutkan, pendidik dan tenaga kependidikan dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan,” kata Purwarti, saat ditemui wartawan di Mapolres Klaten.

Advertisement

Purwanti mengatakan upaya melaporkan ke aparat kepolisian terpaksa dilakukan menyusul tidak adanya iktikad baik dari masing-masing kepala sekolah untuk mengkaji ulang kebijakan yang telah dibuat. Sebelum melaporkan ke aparat Polres Klaten, Formas Pepak sudah melayangkan somasi ke kepala sekolah yang diduga melakukan pelanggaran.

“Begitu somasi kami tak diindahkan, kami akhirnya menempuh jalur ini. Kami sudah siapkan bukti-bukti untuk diserahkan ke aparat kepolisian [pengadaan itu diduga juga melanggar Permendikbud No. 45/2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah]. Perlu diketahui juga, koperasi sekolah itu tidak ada. Ketika ada pimpinan sekolah yang mengaku pengadaan seragam dilakukan koperasi sekolah, itu tidak benar. Saat ini, modusnya juga sudah bergeser melalui paguyuban wali murid. Itu pun juga tidak benar karena ada dugaan pengarahan di sana,” katanya.

Di hadapan anggota Polres Klaten, Abdul Muslih, mengharapkan kasus ini dapat ditindaklanjuti petugas.

Advertisement

Terpisah, Kepala SMPN 1 Ngawen, Wariso, mempersilakan elemen masyarakat di Klaten mempersoalkan kebijakan yang telah diambil, termasuk dalam pengadaan seragam. Selama ini, pengelola sekolah tidak pernah melanggar peraturan.

“Mengetahui peraturan-peraturan yang disebutkan itu, saya sudah tahu. Makanya, saya tak berani melanggar. Semua dilakukan melalui paguyuban wali murid. Kalau ada yang melapor ke polisi, mangga saja. Prinsipnya, kami ini ingin berbuat baik kepada anak-anak. Tidak ada paksaan sama sekali dalam pengadaan seragam itu,” kata Wariso.

h

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif