News
Senin, 5 Oktober 2015 - 19:00 WIB

PROYEK KERETA CEPAT : Proyek Jatuh ke Tiongkok, Hubungan Jepang-Indonesia Dikaji Ulang?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Rini Soemarmo (kanan) dalam kereta api bawah tanah (subway) Beijing, Tiongkok, Kamis (26/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Rini Utami)

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dimenangkan Tiongkok diklaim tak membuat hubungan Indonesia-Jepang berubah. Benarkah?

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah yakin penyerahan pembangunan kereta api cepat kepada skema business to business–yang membuat Jepang batal memegang proyek tersebut–tidak akan mengganggu hubungan ekonomi Indonesia-Jepang.

Advertisement

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Sofyan Djalil, mengatakan pemerintah Jepang menghormati keputusan pemerintah untuk menyerahkan proyek kereta api super cepat kepada skema business to business.

Hal tersebut diketahuinya saat menjadi utusan khusus Presiden untuk menemui Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga, Presiden Asosiasi Jepang-Indonesia Yasuo Fukuda, Izumi Hiroto, perwakilan Japan Bank for International Cooperation, dan Japan International Cooperation Agency (JICA).

“Kami tidak ada masalah sama sekali dengan teknologi, hanya saja skemanya akan dilaksanakan secara business to business, dan akhirnya yang bisa adalah Tiongkok,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta (5/10/2015).

Advertisement

Sekedar diketahui, keputusan pemerintah untuk membangun kereta api cepat dengan skema business to business membuat kecewa Jepang. Pasalnya, Jepang tidak dapat mengikuti skema tersebut untuk membangun kereta api super cepat di dalam negeri.

Kekecewaan tersebut berlanjut dengan munculnya wacana untuk mengkaji kembali hubungan ekonomi Jepang-Indonesia. Sofyan Djalil menuturkan dalam lawatannya tersebut, dirinya juga memastikan tidak ada perubahan komitmen dari kedua negara.

Sebelumnya, Sofyan Djalil menjelaskan alasan pemerintah menyerahkan proyek tersebut kepada proses business to business. Pemerintah tidak mau mengeluarkan jaminan dan penggunaan APBN karena ingin membangun infrastruktur dasar yang lebih diperlukan.

Advertisement

Sofyan menuturkan Jepang tidak bisa mengikuti skema business to business untuk pembangunan kereta api super cepat, karena terbentur undang-undang. Pasalnya, pinjaman dengan bunga ringan yang diberikan Jepang tidak boleh menguntungkan perusahaan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif