News
Senin, 5 Oktober 2015 - 11:00 WIB

PENERTIBAN NELAYAN ASING : Banyak Organisasi Mengatasnamakan Nelayan Keluhkan Moratorium Kapal Ikan Asing

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Penertiban nelayan asing terus menimbulkan pro dan kontra di antara kelompik nelayan.

Solopos.com, JAKARTA — Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) mengimbau kebijakan menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti tentang moratorium bagi kapal-kapal perikanan eks-asing berukuran minimal 30 GT ke atas, tidak mengganggu kesejahteraan nelayan tradisional.

Advertisement

Kalau kebijakan itu masih diperlukan, harus dipertimbangkan agar moratorium diterapkan secara terbatas terhadap kapal-kapal ikan yang melakukan pelanggaran hukum yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan perikanan berskala industri.

Penegasan itu dikemukakan Anggota Dewan Kelautan Indonesia (Dekin) Hanafi Rustandi sehubungan banyaknya organisasi yang mengatasnamakan nelayan. Mereka mengaku dirugikan akibat adanya moratorium yang diberlakukan selama setahun terakhir.

Menurut Hanafi, kebijakan moratorium sangat efektif untuk mencegah illegal fishing. Umumnya pelaku illegal fishing adalah industri perikanan yang melakukan penangkapan ikan untuk tujuan komersial tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekosistem laut maupun kelestarian sumber hayati laut.

Advertisement

“Kalau nelayan yang menangkap ikan secara tradisional dan dengan menggunakan kapal-kapal kecil tidak mungkin melakukan illegal fishing ataupun merusak habitat alam.

Namun, karena kepentingannya terhalang oleh kebijakan moratorium, maka pengusaha perikanan itu kemudian memanfaatkan nelayan yang seolah-olah merasa dirugikan adanya kebijakan tersebut,” ujar Hanafi dalam keterangan tertulisnya hari ini, Senin (5/10/2015).

Dia mensinyalir beberapa organisasi NGO digunakan untuk memprotes kebijakan moratorium yang seolah-olah tidak pro nelayan tradisional tersebut.

Advertisement

Hanafi yang juga menjabat Presiden Eksekutif Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) menegaskan bahwa nelayan kecil umumnya hanya memiliki satu kapal di bawah 5 GT (gross ton). Hasil ikan hasil tangkapannya juga dijual secara terbatas dan itu dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya.

Penerapan moratorium, kata Hanafi, sangat menguntungkan nelayan tradisional, karena saat ini hasil tangkapan ikan umumnya meningkat. Tapi bagi pengusaha perikanan yang memiliki banyak armada kapal ikan, kebijakan itu dianggap merugikan karena selain membatasi operasional kapal, juga melarang adanya transshipment (pemindahan muatan ikan) di tengah laut.

Dia uga mengingatkan Susi Pudjiastuti tatkala dulu masih menjadi pengepul ikan yang dibeli dari nelayan tradisional di Pangandaran. Dari pengalamannya itu, Susi mestinya dapat membedakan antara nelayan yang harus dibantu dan pengusaha yang memiliki industri perikanan.

Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk membantu nelayan kecil yang hingga kini belum sepenuhnya terwujud, tidak salah arah. “Nelayan tradisional harus benar-benar dibantu. Pemerintah jangan justru berpihak ke pengusaha yang mengatasnamakan nelayan,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif