Sarjana membangun desa dilakukan di Kulonprogo dengan menerjunkan 17 orang ke sejumlah desa
Harianjogja.com, KULONPROGO– Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) DIY menyerahkan 17 peserta Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3) angkatan XXV yang ditempatkan di Kulonprogo, Rabu (30/9/2015). Mereka akan bertugas selama satu tahun di wilayah Kecamatan Pengasih, Kokap, Kalibawang, Samigaluh, dan Sentolo.
Kepala BPO DIY, Edy Wahyudi mengatakan ada 37 sarjana pilihan yang mengikuti progam PSP3 di DIY. Selain Kulonprogo, 20 orang lainnya ditempatkan di Gunungkidul. Diharapkan, mereka bisa mendampingi sekaligus menginspirasi masyarakat, termasuk dalam mengembangkan pemberdayaan ekonomi setempat.
“Tentunya sesuai dengan potensi daerah masing-masing,” ungkap Edy saat penyerahan peserta PSP3 angkatan XXV di Rumah Dinas Bupati Kulonprogo, Rabu pagi.
Edy memaparkan, masing-masing peserta akan menerima modal rintisan kegiatan sebanyak Rp20 juta yang digulirkan dalam empat tahap. “Syukur jika modal itu bisa bertambah karena berhasil dikembangkan,” ujarnya.
Edy lalu menjelaskan, ada yang berbeda dari kepesertaan PSP3 kali ini. Sebelumnya, dilakukan pertukaran antarpropinsi. Namun, tahun ini seluruh peserta PSP3 di DIY juga berasal dari DIY. Mereka yang ditempatkan di Kulonprogo, lanjut Edy, 13 orang diantaranya kebetulan berasal dari Kulonprogo, sedangkan empat lainnya dari Bantul dan Sleman. “Jadi sekarang dari DIY untuk DIY,” kata Edy.
Lamanya kontrak penugasan PSP3 tahun ini juga hanya setahun, tidak dua tahun seperti sebelumnya. “Angkatan sebelumnya sudah selesai per 31 Agustus kemarin,” ucap Edy menambahkan.
Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo mengungkapkan, upaya membangun desa hendaknya dimulai dari diri sendiri. Dia berharap nantinya tidak mendengar keluhan masyarakat terkait kiprah PSP3 yang justru dianggap tidak tangguh, tidak bisa bekerja sama, atau cepat bosan. “Apalagi jangan sampai ada yang muntaber alias mundur tanpa berita,” kata Hasto.
Hasto mengingatkan, para peserta PSP3 bakal berhadapan dengan ekspektasi masyarakat desa yang tinggi. Bisa saja masyarakat mengira akan mendapat bantuan materi. Padahal, bukan itu tujuan utama program PSP3. “Sebelum datang ke desa, harus punya ide. Jangan datang dengan otak kosong,” tegas Hasto kemudian.
Menurut Hasto, membangun infrastruktur itu gampang, asal ada uang dan waktunya. Namun, mengubah atau memperbaiki sistem yang selama ini sudah berjalan bisa lebih menguras tenaga dan energi saat merancang inovasi. “Sarjana tidak cukup hanya pintar. Berdialoglah dengan warga agar bisa menemukan cara paling tepat untuk mengembangkan desa,” tuturnya.