Jogja
Rabu, 30 September 2015 - 16:20 WIB

KEBAKARAN BANTUL : Nenek Terbakar Dikira Kayu

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Antara)

Kebakaran Bantul menewaskan seorang warga

Harianjogja.com, BANTUL– Niat membakar sampah bisa saja jadi petaka. Api yang seharusnya membakar habis sampah, bisa saja menjadi pencabut nyawa penyulutnya. Itulah yang menimpa salah seorang warga Nawungan I, Desa Selopamioro ini. Seperti apa kisahnya, berikut laporan wartawan Harian Jogja Arief Junianto

Advertisement

Benar-benar jadi pelajaran penting saat musim kemarau kering seperti saat ini untuk tidak gegabah dalam menyalakan api. Sedikit saja lali, tak hanya lahan saja yang akan ludes terbakar, bisa juga nyawa akan melayang.

Seperti yang dialami oleh Sipon Wiryo Sentono, 85. Warga Nawungan I Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri ini meninggal secara tragis di pekarangan belakang rumahnya. Poniyem, begitu biasa ia disapa, harus meregang nyawa oleh api yang ia sulut sendiri.

Advertisement

Seperti yang dialami oleh Sipon Wiryo Sentono, 85. Warga Nawungan I Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri ini meninggal secara tragis di pekarangan belakang rumahnya. Poniyem, begitu biasa ia disapa, harus meregang nyawa oleh api yang ia sulut sendiri.

Guguran daun yang kering membuat tumpukan sisa pembakaran menjadi tak lagi menghitam. Setelah api dipadamkan, di beberapa titik sudah kembali dipenuhi oleh warna kecoklatan daun meranggas entah dari pohon yang sebelah mana.

Alangkah terkejutnya, Wardi, 50, warga setempat, melihat ada sesosok tubuh terlentang menghadap ke barat. Sekujur tubuhnya yang menghitam tampak masih mengepulkan asap tipis. “Saya kaget sekali. Saya langsung memanggil warga lainnya,” kisahnya sambil terbata-bata, saat didatangi di rumahnya, Selasa (29/9/2015) siang.

Advertisement

Tak ada yang tak biasa dari jilatan api itu. Bagi Wardi dan warga lainnya, api yang membakar dedaunan kering sudah hampir tiap hari terjadi. Itulah, hanya dengan beberapa kali gepyokan, api itu pun mengecil. Lalu padam.

Bagi warga Nawungan, kebakaran memang bukan hal aneh. Musim kemarau yang kering dengan pancaran sinar matahari yang sangat terik, ditambah angin yang sesekali berhembus kencang, membuat api sekecil apapun bisa mendadak besar. Sedikit saja lengah, tak ada kesempatan untuk menghindar.

Bahkan ketika melakukan gepyokan pun, Wardi dan warga lainnya tak serampangan melakukannya. Jika api sudah mulai membesar, terkadang gepyokan tak bisa dilakukan begitu saja. Mereka juga melokalisasi api agar tak menyebar. Itulah yang harus dilakukan pertama kali sebelum gepyokan.

Advertisement

Saat api padam, kaget bukan kepalang, ia melihat sebongkah tubuh yang mengarang. Sesekali asap tipis mengepul terhembus angin. Tubuh itu dilihatnya dari ketinggian.”Kalau dilihat dari ketinggian kan, terlihat jelas sekali itu bukan kayu. Itu tubuh manusia,” cetus Wardi.

Laiknya seorang petugas, ia pun mulai menduga-duga siapa gerangan pemilik tubuh yang telah mengarang itu. Tentu saja, dugaannya tak lain mengarah ke Nenek Poniyem. “Alasannya sederhana. Pekarangan itu ada di belakang rumahnya.”

Ternyata benar, dari keterangan warga lainnya, Sutarno, Nenek Poniyem selalu rutin mengumpulkan sampah dedaunan kering di sekitar rumahnya. Lalu membakarnya.

Advertisement

Itulah,  Sutarno menduga, dengan tubuh rentanya, Nenek Poniyem tak kuasa menghindari kepungan api. Angin yang bertiup kencang serta sinar matahari yang terik tentu membuat jilatan api bisa semakin menjadi. Sumber api yang semula kecil bisa saja mendadak mengobar.

Tak ingin membiarkan tubuh hitam itu teronggok di sisa pembakaran, ia dan warga lainnya segera mengangkatnya. Perlahan, dengan sangat perlahan, mereka mengangkat tubuh nahas itu ke rumah terdekat.

Memang, meski berada di belakang rumahnya sendiri, namun lokasi kebakaran itu berada beberapa meter menjorok ke bawah. Sambil menunggu kehadiran petugas yang berwajib, mereka pun membaringkan jenazah yang hangus mengarang itu di salah satu rumah warga terdekat dengan lokasi kebakaran.

Tak lama, Tim Identifikasi Polres Bantul datang. Tak perlu berlama-lama melakukan identifikasi korban. Dengan berbekal adanya beberapa titik tubuh yang masih tampak utuh, serta keterangan rinci dari beberapa saksi, mereka pun memastikan bahwa onggokan tubuh mengarang itu adalah Nenek Poniyem.  “Jenazah korban akhirnya kami serahkan kembali kepada korban,” kata Kapolsek Imogiri AKP Riyono ketika ditemui terpisah.

Bagi Riyono, kejadian yang menimpa Nenek Poniyem ini seharusnya bisa menjadi pelajaran sekaligus peringatan. Musim kemarau berkepanjangan ini jangan sekali-kali dianggap remeh. Meski tahu betul tabiat alam di sekitarnya, namun masyarakat tetap harus waspada.

Begitu juga dengan memperlakukan api, membakar sampah bisa saja menjadi petaka. “Itulah sebabnya, sebisa mungkin jangan dibakar. Kalaupun harus dibakar, jangan pernah meninggalkan lokasi sampai api benar-benar padam,” tegas Riyono.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif