Entertainment
Rabu, 30 September 2015 - 03:10 WIB

FILM TERBARU : Film Setan Jawa Besutan Garin Nugroho Angkat Cerita Pesugihan

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - : Para anggota kru film Garin Nugroho bersiap di rumah tua di wilayah Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo, Selasa (29/9/2015). Rumah tua milik seniman tari, Sardono W. Kusumo, itu digunakan salah satu lokasi shooting film terbaru Garin berjudul Setan Jawa. (Ayu Abriyani K.P/JIBI/Solopos)

Film terbaru Garin Nugroho berjudul Setan Jawa akan mengangkat cerita tentang pesugihan.

Solopos.com, SOLO – Sutradara kondang, Garin Nugroho kembali membuat karya baru di dunia perfilman Indonesia. Karya terbarunya yang berjudul Setan Jawa berbeda dari karya sebelumnya karena berkonsep film bisu dan hitam putih.

Advertisement

Garin mengambil lokasi shooting di Karanganyar, Sukoharjo, Solo, Gunung Kidul, dan Jogja. Lokasi tersebut disesuaikan dengan cerita dalam film tentang pesugihan yang menjadi cerita rakyat di Jawa.

“Film ini bercerita tentang tradisi mistis berupa pesugihan yang menjadi bagian dari sastra Jawa. Pesugihan itu adalah kandang bubrah. Tapi, di dalam cerita ini tidak hanya fokus pada pesugihan. Ada sisi lain yang mengikutinya berupa seni rupa, tari, sastra, dan musik yang jarang diangkat dalam film,” katanya saat ditemui Solopos.com di lokasi shooting rumah tua milik seniman tari kontemporer, Sardono W. Kusumo, di wilayah Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo, Selasa (29/9/2015).

Advertisement

“Film ini bercerita tentang tradisi mistis berupa pesugihan yang menjadi bagian dari sastra Jawa. Pesugihan itu adalah kandang bubrah. Tapi, di dalam cerita ini tidak hanya fokus pada pesugihan. Ada sisi lain yang mengikutinya berupa seni rupa, tari, sastra, dan musik yang jarang diangkat dalam film,” katanya saat ditemui Solopos.com di lokasi shooting rumah tua milik seniman tari kontemporer, Sardono W. Kusumo, di wilayah Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo, Selasa (29/9/2015).

Di dalam film ini, Garin ingin memberikan nuansa baru karena film bisu berkonsep hitam putih sudah jarang dibuat oleh sineas Indonesia. Ia ingin mengangkat kembali film itu dengan iringan musik orkestra dan gending jawa yang bekerjasama dengan komponis asal Solo, Rahayu Supanggah. Pada 2017, film itu akan dipentaskan di Melbourne Art Festival dengan iringan musik dari Melbourne Simphony Orchestra.

“Film ini adalah sinema dengan konsep iringan musik berupa live orchestra. Kami ingin memberikan tontonan yang berbeda kepada masyarakat sehingga film Indonesia tidak monoton. Kami juga berharap film ini bisa melestarikan budaya dan tradisi di Jawa sehingga sejarah tidak sekadar dalam memori,” tuturnya. Selain ditayangkan di Melbourne, ia juga berencana menayangkan film itu di beberapa negara lain seperti Singapura dan Inggris.

Advertisement

Saat ditemui Solopos.com di lokasi shooting di Kemlayan, Fafa mengatakan sinopsis singkat tentang film itu. Film berlatar belakang zaman penjajahan Belanda pada 1920 tersebut bercerita tentang kisah cinta Asih (Asmara Abigail) dengan Trisno (Heru Purwanto). Asih adalah anak seorang bangsawan Jawa, sedangkan Trisno adalah pemuda desa yang miskin.

Suatu hari, keduanya bertemu di sebuah pasar mistis yang menjual berbagai ubo rampe untuk pesugihan dan upacara ritual lainnya. Di pasar itu, tusuk konde Asih terjatuh, lalu diketemukan Trisno. Keduanya pun saling jatuh cinta. Ketika Trisno hendak melamar Asih untuk menjadi istrinya, orang tua Asih menolak lamaran Trisno karena keluarganya yang miskin.

“Singkat cerita, demi mendapatkan Asih, Trisno mencari pesugihan kandang bubrah. Ia pun menjadi kaya dan memiliki rumah layaknya seorang bangsawan. Orang tua Asih yang awalnya melarang, akhirnya menyetujui hubungan mereka. Tapi, seiring berjalannya waktu, Asih mengetahui ritual pesugihan yang dilakukan Trisno hingga suatu saat Trisno harus bersedia ditumbalkan menjadi salah satu tiang penyangga rumahnya,” kata Fafa.

Advertisement

Asih yang mengetahui persyaratan itu tidak ingin suaminya menjadi tumbal. Setan yang disembah dalam pesugihan itu pun memberikan syarat lain yakni Asih harus mau bersetubuh dengan setan itu. “Untuk cerita selengkapnya dan bagaimana akhirnya, silakan menonton filmnya pada 2016 nanti,” ujar Fafa sambil tersenyum.

Menurutnya, sebelum pembuatan film ini, ia bersama Garin menempuh riset selama dua tahun untuk mengetahui tradisi Jawa yang masih menjadi pembicaraan masyarakat. Fafa berharap film itu bisa memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa tradisi Jawa itu masih ada di era modern seperti saat ini.

Sementara, salah satu seniman asal Solo, Bambang “Mbesur” Suryono, yang memerankan setan kemayu dalam Film Setan Jawa menilai film itu unik. Para pemain yang mayoritas seniman tari harus bisa mengekspresikan cerita melalui gerakan tubuh.

Advertisement

“Ini menjadi pengalaman baru bagi saya karena bermain dalam film bisu. Jadi, di Film Setan Jawa ini, saya bisa mengekspresikan karakter dalam peran dengan gerakan tari. Sebelumnya, saya juga pernah main film berjudul Sang Penari, tetapi ada dialognya,” katanya di lokasi shooting. Selain bisa mengeluarkan kemampuannya dalam menari, Mbesur mengaku senang mendapat peran tersebut karena bisa berbagi pengalaman dengan para penari lainnya di film itu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif