Batas wilayah Soloraya, Kabupaten Sragen dan Kota Solo menjadi percontohan badan informasi geospasial.
Solopos.com, SRAGEN–Badan Informasi Geospasial (BIG) memilih dua kabupaten/kota di Jawa Tengah (Jateng) menjadi pilot project program pelacakan batas desa/kelurahan pada 2015, yakni Kota Solo dan Kabupaten Sragen.
Dua kabupaten/kota itu merupakan bagian dari 50 kabupaten/kota di Indonesia yang menjadi daerah percontohan program BIG tersebut.
BIG dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengawali program tersebut dengan mengundang 208 kepala desa dan lurah serta 20 camat di Bumi Sukowati, Senin (28/9/2015). Mereka dikumpulkan dalam forum temu kerja di ruang Sukowati Sekretariat Daerah (Setda) Sragen.
Anggota staf ahli Bidang Geodesi dan Perbatasan BIG, Sobar Sutisna, saat ditemui wartawan, mengatakan targetnya semua batas desa/kelurahan di Indonesia bisa terselesaikan hingga 2019. Namun penyelesaian batas desa/kelurahan itu, kata dia, tergantung pada ketersediaan data.
“Data peta yang tersedia di BIG salah satunya ya di Sragen dan Solo. Kebetulan pemerintah daerahnya bersedia. Daerah yang sudah siap didahulukan. Kebetulan di Sragen tidak ada masalah yang krusial seperti disampaikan Bupati,” ujar Sobar.
Dia mengatakan batas wilayah desa/kelurahan itu bisa bermanfaat penataan administrasi pemerintahan. Ketika daerah mengeluarkan peraturan daerah (perda), ujar Sobar, maka penjelasan perda itu akan jelas dan detail. Pemetaan batas wilayah desa/kelurahan itu, tambah dia, sebagai tindak lanjut munculnya UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial yang kemudian diamanatkan dalam UU No. 6/2014 tentang Desa.
“Tahun ini ada 20 paket pemetaan batas wilayah untuk 50 desa/kelurahan. Saya tidak hafal nama kabupaten/kota itu. Pemetaan batas wilayah desa/kelurahan itu menjadi salah satu indikator dalam penentuan dana desa,” ujar dia.
Pejabat Kemendagri, Fernando Siagian, menambahkan ke depan desa-desa yang memiliki potensi sumber daya alam harus dipertegas batas wilayahnya. Pelacakan batas wilayah desa/kelurahan, kata Fernando, dilakukan dengan kegiatan penelitian dokumen, pemilihan batas desa dan pembuatan peta di atas peta.
“Penegasan batas desa berdasarkan UU No. 6/2014 harus serius. Pembahasannya mulai dari musyawarah desa. Pekerjaan kepala desa memang berat karena harus membuat kesepakatan antardesa dalam penentuan batas desa. Batas desa itu bisa berdasarkan batas sejarah dan batas fisik desa,” katanya.