Soloraya
Minggu, 27 September 2015 - 11:40 WIB

KEKERINGAN BOYOLALI : 40 Ha Sabuk Hijau WKO Alih Fungsi

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Waduk Kedungombo (WKO). (JIBI/Solopos/Dok)

Kekeringan Boyolali, sabuk hijau Waduk Kedungombo beralih fungsi.

Solopos.com, BOYOLALI–Sekitar 40-an hektare sabuk hijau Waduk Kedung Ombo (WKO) mulai beralih fungsi. Mendekati puncak kemarau, petani di wilayah Kemusu, Boyolali, mulai memanfaatkan sabuk hijau WKO untuk budi daya tanaman.

Advertisement

Informasi yang dihimpun Solopos.com, elevasi air di WKO mulai menyusut cukup signifikan. Saat ini elevasi air berada di angka 74 mdpl, atau turun dari posisi normal awal Agustus lalu, 90,05 mdpl.

“Dengan penurunan elevasi ini petani mulai memanfaatkan waduk yang mengering untuk budi daya tanaman,” kata Ketua Koordinator Tim SAR WKO Kemusu, Sarwono, kepada Solopos.com, Sabtu (26/9/2015).

Advertisement

“Dengan penurunan elevasi ini petani mulai memanfaatkan waduk yang mengering untuk budi daya tanaman,” kata Ketua Koordinator Tim SAR WKO Kemusu, Sarwono, kepada Solopos.com, Sabtu (26/9/2015).

Aktivitas petani ini sudah menjadi kebiasaan saat musim kemarau. Setidaknya sudah ada empat puluh hektare sabuk hijau di WKO yang ditanami tanaman pangan. “Paling banyak [petani] menanam melon. Sisanya ada yang menanam padi dan jagung. Bagi petani, memanfaatkan lahan kering di waduk untuk menanam melon adalah bagian investasi,” imbuh Sarwono yang juga warga Wonoharjo, Kemusu.

Area waduk yang mulai ditanami padi, jagung, dan melon bisa dilihat mulai dari kawasan bawah jembatan Klewor termasuk beberapa area waduk yang sudah termasuk wilayah Sragen.

Advertisement

Untuk budi daya melon, petani sudah mulai menanamnya. Petani memanfaatkan diesel untuk menyedot air dan mengairi tanaman melon. Begitu pula jagung. Sementara, sebagian petani masih mengolah tanah untuk ditanami padi. Petani berharap mendapat keuntungan dengan menanami lahan kering di waduk. Namun, petani juga berhadapan dengan risiko yang cukup besar yaitu belum saatnya panen namun elevasi waduk mulai meningkat.

“Kalau terjadi demikian, tanaman terendam, petani akan merugi.”

Camat Kemusu, Harsito, menjelaskan akibat kemarau panjang tahun ini sebagian warga Kemusu memanfaatkan air dari WKO untuk keperluan sehari-hari.
“Tidak untuk konsumsi karena air WKO kurang bersih. Biasanya warga yang mengambil air di WKO akan memanfaatkan air tersebut untuk mandi dan kebutuhan lainnya,” kata Harsito.

Advertisement

Seperti diketahui, wilayah Kemusu merupakan wilayah krisis air saat kemarau. Setidaknya Sudah ada delapan desa yakni Klewor, Sari Mulyo, Kedungrejo, Guwo, Lencong, Gogo, Kemusu, dan Gunungsari, yang mendapat kiriman bantuan air bersih.

Menurut Harsito, dari delapan desa tersebut, Kedungrejo dan Guwo termasuk wilayah yang paling parah karena di dua desa tersebut sama sekali tidak ada sumber air.

Di Guwo ada sumber air berupa sumur dalam tetapi air yang keluar dari sumur dalam tersebut terasa asin sehingga tidak layak dikonsumsi. Sama halnya di Kedungrejo yang nyaris tak ada lagi sumber air. “Warga Kedungrejo kalau mau ke WKO juga jaraknya sangat jauh,” imbuh Harsito.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif