News
Rabu, 23 September 2015 - 15:00 WIB

PUTUSAN MK : Periksa Anggota DPR Izin Presiden, Jokowi Pastikan Tak Halangi Proses Hukum

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi dan Ibu Iriana bertolak ke Timur Tengah (Setkab.go.id)

Putusan MK, Presiden Joko Widodo tak akan menghalangi proses hukum terkait izin pemeriksaan anggota DPR.

Solopos.com, JAKARTA–Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menyalahgunakan kewenangannya memberi izin memeriksa anggota DPR untuk menghalangi proses hukum yang dilakukan.

Advertisement

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mengatakan pemerintah menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait izin pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana. Kewenangan tersebut tidak akan digunakan Presiden untuk menghalangi proses penegakan hukum.

“Presiden menjamin pemberian izin tersebut tidak akan digunakan untuk menghalangi proses penegakan hukum,” ujar dia di Jakarta, Rabu (23/9/2015).

Seperti diketahui, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 245 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, menyebutkan apabila penegak hukum ingin memanggil anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana untuk dimintai keterangan, maka harus mendapat izin dari Presiden yang dapat dikeluarkan paling lama 30 hari.

Advertisement

Putusan tersebut mengubah pejabat pemberi izin sebelumnya, yakni Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD.

Sementara itu, Supriyadi Eddyono, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform yang juga menjadi pemohon, mengatakan putusan tersebut belum menyelesaikan persoalan. Penegak hukum masih harus meminta izin untuk memeriksa anggota DPR yang terlibat masalah hukum.

“Putusan ini masih memberikan perlindungan yang berlebihan, sehingga berpotensi memunculkan intervensi terhadap independensi penegak hukum,” ujarnya.

Advertisement

Supriyadi menuturkan seharusnya perlindungan hanya diberikan dalam proses upaya paksa, seperti penangkapan dan penahanan. Pemanggilan untuk dimintai keterangan diyakini tidak akan mengganggu kinerja anggota dewan, dan terjadinya rekayasa kasus.

Menurutnya, keharusan meminta izin untuk memeriksa anggota dewan memberikan perlindungan yang berlebihan, dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif