Kolom
Minggu, 20 September 2015 - 07:30 WIB

GAGASAN : Menanti Buah Kongres Sungai

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Prabang Setyono (Istimewa)

Gagasan Solopos, Sabtu (19/9/2015), ditulis Prabang Setyono. Penulis adalah Ketua Program S3 Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret  dan Sekretaris Jenderal Ikatan  Ahli  Lingkungan Hidup Indonesia (IALHI).

Solopos.com, SOLO — Kongres sungai Indonesia yang berlangsung 26–30 Agustus 2015 di Banjarnegara, Jawa Tengah, merupakan momentum yang bersejarah bagi gerakan konservasi sungai di Indonesia.

Advertisement

Pemerintah menghasilkan rencana pengelolaan daerah aliran sungai terpadu yang sudah diintegrasikan dalam rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW)). Kongres yang dihadiri 600 wakil dari 38 pengelola daerah aliran sungai (DAS) di Seluruh Indonesia itu bertujuan menghasilkan program-program yang membumi dan lepas dari sekat birokrasi yang formalis serta aturan yang tumpang tindih.

Permasalahan air di Indonesia meliputi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Profil sungai di Indonesia dapat disebutkan, berdasarkan jumlahnya, sekitar 5.590 sungai. Sebanyak 80%  sungai berdaerah tangkapan kurang dari 500 km2 dan 80% sungai tersebut rawan erosi dan sedimentasi.

Advertisement

Permasalahan air di Indonesia meliputi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Profil sungai di Indonesia dapat disebutkan, berdasarkan jumlahnya, sekitar 5.590 sungai. Sebanyak 80%  sungai berdaerah tangkapan kurang dari 500 km2 dan 80% sungai tersebut rawan erosi dan sedimentasi.

Ihwal sungai tidak terlepas dari DAS yang berjumlah 458 di Indonesia. Sebanyak 60 DAS dikategorikan kritis berat, 222 DAS  terkategori kritis, dan 176 DAS berpotensi kritis. Dampak langsung DAS kritis adalah kerentanan daerah tersebut akan bertambah, khususnya kerentanan terhadap bencana lingkungan berupa banjir dan tanah longsor.

Kerugian akibat banjir dan longsor serta sedimentasi diperkirakan mencapai Rp668 miliar/tahun (Suratman; UGM). Tiap tahun  ada tambahan dua DAS berkondisi yang kritis (Rizaldi; IPB). Sungai bisa bermakna ”selalu ungkap aktivitas illegal”.

Advertisement

Jika ditelusuri lebih mendalam, benda-benda sampah tersebut pasti dibuang dengan melanggar peraturan daerah (perda) setempat. Hampir setiap daerah mempunyai perda tentang larangan membuang sampah di sungai, namun secara ilegal selalu dilanggar.

Konsep dasar kebijakan di bidang lingkungan sungai adalah mempertahankan keanekaragaman ekosistem (biodiversity), mendaur ulang komponen lingkungan sungai, memelihara saling ketergantungan antarkomponen lingkungan sungai, pengelolaan lingkungan sungai harus mencapai hasil dan daya guna yang optimal, menjamin kelestarian sumber daya alam (plasma nutfah) ekosistem sungai, dan nengadakan pilihan penggunaan dalam pembangunan masa depan pengelolaan sungai.

Hal paling natural yang dilakukan komunitas sungai atau masyarakat sungai di seluruh Indonesia adalah gerakan menanam pohon di sepanjang bantaran sungai. Pohon sebagai representasi naturalisasi sungai untuk mencegah erosi tebing.

Advertisement

Pohon mempunyai makna ”pilihan orang hasilkan oksigen natural”,  artinya produksi oksigen memberikan kontribusi utama dalam melestarikan rantai makanan di ekosistem sungai tersebut.

Suasana kebatinan pelaksanaan kongres pemuda Indonesia pada 1928 adalah kerinduan akan semangat kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara, sementara suasana kebatinan kongres sungai Indonesia pada 2015 adalah mencari kesamaan visi dan misi dalam menyelamatkan sungai Indonesia dari degradasi lingkungan.

Kongres pemuda Indonesia pada 1928 menghasilkan Sumpah Pemuda yang berisi pernyataan persatuan dan kesatuan berbangsa, berbahasa, dan bertanah air Indonesia. Hasil kongres sungai Indonesia menjadi monumental jika menghasilkan pakta integritas semacam Sumpah Pemuda tersebut.

Advertisement

Pakta integritas itu berisi, antara lain, pernyataan satu visi, satu misi, dengan beragam program penyelamatan sungai di Indonesia. Harapan besar yang disampirkan pada kongres sungai Indonesia di Banjarnegara itu adalah menghasilkan program yang membumi dengan basis komunitas.

Anggapan kontributor dominan masalah DAS adalah masyarakat sekitar bantaran sungai dapat dipahami secara sepihak dari pemerintah, namun konsep tersebut telah berubah seiring kesadaran masyarakat bantaran sungai yang melahirkan komunitas-komunitas sungai untuk melakukan sesuatu agar sungai tetap berfungsi sesuai peruntukannya.

Gerakan komunitas sungai tersebut mengkristal menjadi gerakan restorasi sungai Indonesia yang dipelopori masyarakat bantaran sungai di Jogja atau komunitas sungai dengan dukungan penuh para akademisi. [Baca: Mengurai Masalah]

 

Mengurai Masalah
Masalah sungai merupakan masalah lokal, regional, nasional, bahkan global. Semangat Sumpah Pemuda, bersatunya visi dan misi serta beragamnya cara untuk mencapai visi dan misi, sepatutnya dijadikan pemicu agar konsep one river, one management, and one planing dapat segera terwujud.

DAS dapat dimaknai puls sebagai daerah skulturasi stakeholders, artinya pemangku kepentingan sungai yang meliputi pengguna, pengelola, pengawas, pemerhati, pengkaji ilmiah, serta pelestari harus satu visi untuk saling berkontribusi dalam konservasi sungai.

Besar harapan bangsa ini agar kongres sungai Indonesia yang pertama itu menghasilkan rumusan yang membumi dan berorientasi pada dinamika komunitas, bukan lagi orientasi proyek inter dan antarinstansi yang ujungnya menuju penyelesaian secara “terpadu” (tergantung pada duit), tidak ada anggaran maka program tidak jalan.

Basis komunitas harus menjadi ujung tombak restorasi sungai Indonesia. Menyalahkan masyarakat bantaran sungai bukan penyelesaian masalah, namun akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Perbaikan kerusakan sungai sangat korelatif dengan peran serta masyarakat bantaran sungai itu sendiri.

Semangat Sumpah Pemuda menginspirasi menuju komitmen: kami komunitas sungai bertanah air bantaran sungai Indonesia tanah air bantaran sungai yang lestari, kami komunitas sungai berbahasa program restorasi sungai Indonesia yang satu visi menuju restorasi sungai yang berkelanjutan. Semoga kongres sungai Indonesia membuahkan program-program konservasi sungai yang implementatif dan rasional.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif