Jogja
Kamis, 17 September 2015 - 13:24 WIB

BUDIDAYA KAKAO : DIY Punya Potensi, Gubernur DIY Akan Bantu Pengembangan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X didampingi Pelaksana tugas Bupati Gunungkidul, Budi Antono sedang memantau lokasi petani menjemur kakao di Dusun Gambiran, Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Rabu (16/9/2015). (Harian Jogja/Uli Febriarni)

Budidaya kakao di DIY mendapat perhatian dari Gubernur DIY

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) akan mendukung pengembangan kakao di Gunungkidul, dengan memberikan bantuan berbentuk Bantuan Gubernur.

Advertisement

Bantuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan perekonomian petani. Selain itu, penyaluran bantuan itu tidak terkendala aturan dana hibah dan bantuan sosial (bansos), seperti yang diatur dalam UU No.23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Gubernur juga menjelaskan, bahwa untuk mendapatkan bantuan tersebut, masyarakat dapat melalui proses pengajuan.

“Proposal petani bisa melalui kelompok ataupun koperasi,” ujar Sultan HB X, Rabu (16/9/2015), dalam Temu Lapang Kakao, sebagai rangkaian peringatan Hari Kakao Nasional, di Dusun Gambiran, Desa Bunder, Kecamatan Patuk.

Advertisement

“Proposal petani bisa melalui kelompok ataupun koperasi,” ujar Sultan HB X, Rabu (16/9/2015), dalam Temu Lapang Kakao, sebagai rangkaian peringatan Hari Kakao Nasional, di Dusun Gambiran, Desa Bunder, Kecamatan Patuk.

Sultan HB X mengungkapkan, ia memberikan bantuan menyesuaikan dengan potensi di masing-masing desa. Dan menyerahkan kesanggupan mengembangkan potensi itu kepada masyarakat setempat.

“Kalau ke desa, saya membantu tergantung potensi yang ada, kalau di sini kakao ya kakao supaya desa tidak tercerabut dari potensinya sendiri. Saya dukung, tetapi terserah masyarakatnya sanggup menanam atau tidak, saya tadi minta kepada ketuanya, ini kan mau musim hujan bisa tidak ditanam sampai Desember,” lanjut Gubernur sekaligus Raja Kraton Jogja ini.

Advertisement

Saat ini, tambahnya, Pemerintah DIY bersama Kementerian Kehutanan sedang mengembangkan tanaman petai dan nangka. Sebab, saat ini kedua pohon tersebut pohonnya sudah mulai berkurang di Jogja, karena digunakan untuk furnitur.

“Benihnya kita tanam di Karangmojo, Gunungkidul, bisa tidak nanti petai ditanam duluan untuk pelindung kakao, daripada menanam lamtoro,” paparnya.

Sultan juga memberikan saran, bahwa embung yang ada di Gunungkidul, misalnya Nglanggeran, dapat digunakan untuk mengaliri tanaman kakao dan petai. Mengingat, dengan potensi lahan yang masih terbuka dan ketersediaan air yang tinggi, saat ini wilayah sekitarnya sebagian besar baru ditanami durian.

Advertisement

“Saya dulu pernah bilang ke Bu Badingah [Bupati Gunungkidul sebelum Pilkada 2015], kalau hanya durian apa petani disuruh puasa selama lima tahun. Padahal potensi air disana mencapai 400 ribu meter kubik,” ucap Sultan.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, Sutarto, menyatakan saat ini pihaknya tengah mendorong petani kakao untuk meningkatkan hasil. Di antaranya dengan pendirian Desa Kakao. Pada tahap awal, Desa Kakao didirikan di Gunungkidul dan Kulonprogo.

Ia mengatakan, potensi kakao di DIY cukup besar, karena harganya terus meningkat setiap tahun. Dari harga awal Rp20.000 per Kilogram (Kg) saat ini bisa mencapai Rp32.000 per Kg. Selain itu tidak ada permasalahan dalam hal distribusi, saat ini kakao DIY didistribusi ke Blitar, Lampung dan Tangerang.

Advertisement

Kondisi tanaman kakao, sambungnya, tidak sama di masing-masing daerah karena kondisi geografisnya. Sutarto menargetkan satu batang kakao bisa menghasilkan 1 Kg kakao. Sehingga per hektare (Ha) bisa menghasilkan 1 ton kakao. Buah kakao memasuki masa panen besar pada Mei, tetapi setelah masa itu, masih ada satu atau dua buah yang bisa dipetik.

“Hasil kakao saat ini kan masih 0,6 Kg per batang. Kita targetkan 1 Kg per batang,” ucapnya.

Pelaksana tugas Bupati Gunungkidul, Budi Antono menyatakan, peningkatan pembudidayaan kakao bisa membuat sektor pertanian dan perkebunan meningkat. Sebab, kakao di Gunungkidul memiliki prospek bagus, khususnya bahan baku industri pangan, dan sudah menjadi primadona.

“Sekarang kakao menjadi bahan makanan yang dibutuhkan, semakin mendorong nilai ekonomis, secara langsung akan meningkatkan perekonomian petani. Tanaman kakao bukan hal baru di Gunungkidul dan sudah dibudidayakan sejak satu dekade lalu,” paparnya.

Namun pengelolaannya masih tradisional. Sehingga produktivitas kakao semakin menurun. Selain itu Budi mencatat, lambannya petani meregenerasi tanaman menyebabkan produksinya menurun. Di mana anaman kakao masih menjadi ‘samben’ atau pendamping tanaman padi dan palawija.

Kurang adanya pendampingan bagi petani, dan adopsi teknologi bididaya kakao musim kering dan bagaimana menyiasati ketersediaan air di Gunungkidul untuk tanaman kakao masih menjadi kendala.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif